Darah muda atau yang dikenal sebagai kiasan dari rasa ingin tahu yang 
membara-bara melekat dengan julukan untuk para manusia yang sedang 
mendekati fase dewasa atau adultery. Sebenarnya ada sih patokan yang 
mengklasifikasikan remaja dengan dewasa pada berbagai bidang. Nah, pada 
fase ini biasanya manusia akan mencoba sesuatu yang belum pernah 
dirasakan sebelumnya. Rasa penasaran atau dorongan dari teman sebaya 
atau lingkungan yang biasanya menghampiri keinginan tersebut.
Ingin
 mencoba sesuatu tersebut tentunya berbeda-beda aktivitasnya. Ada yang 
positif dan ada juga yang negatif. Nah cerita saya sekarang bagusnya 
bisa diambil dari dua sisi walaupun efeknya adalah negatif. Begini 
ceritanya.
Dulu sewaktu di kuliah, saya dikenalkan oleh dua teman 
saya yaitu Tembaga dan Genta mengenai bekam. Bekam adalah suatu teknik 
medis yang dicontohkan oleh nabi umat islam. Frekuensi praktiknya adalah
 sekitar 3 bulan sekali. Caranya adalah dengan mengambil beberapa titik 
yang ada di punggung, kemudian membuat tusukan kecil, hingga akhirnya 
mengeluarkan darah yang sudah terkontaminasi dengan toksin atau racun. 
Sehingga aliran darah yang ada di sistem limfatik kita semakin lancar. 
Bekas dari bekam adalah lingkaran gelap sebesar kop atau alat penyedot. 
Sekilas mirip lebam akibat benturan atau gebukan.
Berawal dari 
situ, beberapa kali mencoba kok rasanya enak yaa. Awalnya badan merasa 
sangat lemas, bahkan saya yang jarang sekali tidur waktu kuliah menjadi 
ketiduran saking beratnya mata menahan kantuk. Namun 2 hari kemudian, 
setelah bangun pagi, badan terasa sangat ringan rasanya. Kalau sudah 
lama tidak dibekam pasti banyak sekali toksin yang terlihat dari bekas 
yang ada di kop. Warnanya lebih gelap dibanding darah yang tidak ada 
toksinnya.
Setelah saya lulus kuliah, hampir setengah tahun 
lamanya saya tidak dibekam. Sebulan saya bekerja full time, tiba-tiba 
terbersit keinginan untuk dibekam kembali. Nah, ternyata ada suatu ruko 
dekat dengan rumah saya yang menawarkan jasa ini. Saat saya datang dan 
dibekam, ternyata benar saja, darah yang keluar dari kulit saya berwarna
 gelap. Khususnya pada bagian belakang pinggang. Saya pun mulai aware 
terhadap kebiasaan makan dan olahraga saya kembali. Selesai bekam, saya 
ditawari untuk mencoba treatment lain seperti refleksi, ear candle, 
totok wajah, atau gurah. Saya penasaran dengan gurah. Gurah itu apa sih?
Si
 masnya menjelaskan. Iya nanti, akan ada cairan dari akar sigura-gura 
yang masuk melalui hidung. Dan akan keluar air dari saluran pernafasan. 
Baik sekali untuk mengeluarkan toksin dari polusi udara dan bakteri 
jahat yang ada. Wah kayaknya cocok ya untuk kondisi di jakarta, pikir 
saya. Tapi kenapa hanya para qari'ah dan penyanyi dangdut yang 
mempraktekannya?
Sambil berpikir, imajinasi saya mengenai langkah 
kerja praktik gurah berjalan. Jadi, nanti akan ada cairan yang diuapkan,
 kemudian kita hirup layaknya aromartherapy dan akan keluar air melalui 
hidung seperti kita pilek. Tidak lama saya menanyakan durasinya. Karena 
cukup lama, maka saya katakan untuk tidak melakukannya dulu. Nanti saya 
kalau waktunya luang.
Hari 
tersebut akhirnya datang juga tepatnya satu setengah bulan setelah bekam
 pertama dekat rumah. Syarat utama sebelum digurah adalah tidak 
dilakukan dalam kondisi perut yang penuh, berani, dan jujur (syarat 
kedua dan ketiga diabaikan). Singkat cerita sesudah dibekam, si masnya 
menginstruksikan saya untuk berbaring dan relax. Di awal ada terapi si 
Mas memassage kepala dahulu supaya tidak kaget. Tidak lama kedua lubang 
hidung saya dimasukan cairan dari pipet. Oh tidak, persepsi saya salah 
besar tentang aroma terapi. Seketika, saluran pernapasan saya seperti 
ada yang masuk dan penuh dengan sesuatu. Saya merasa sedikit panik saat 
itu. Namun si Mas berulang kali mengatakan jangan panik dan tetap relax.
 Tidak lama, saya diminta untuk tengkurap dan membuang semua dahak dan 
riak yang ada di hidung dan mulut ke tempat sampah. Dengan menarik napas
 dalam-dalam dari hidung dan mengeluarkan dari mulut. Tetapi hal 
tersebut sulit, saluran pernapasan saya seakan-akan tersumbat. Kalau 
begitu, mana mungkin ada udara yang bisa masuk? Langsung saya 
mengeluarkan lendir dari hidung sekeras mungkin dan riak dari 
tenggorokan. Rasanya sedikit panas dan membuat seisi kepala dan saluran pernapasan terpenuhi oleh sesuatu. Berkali-kali saya mengeluarkannya hingga rasanya eneegi 
saya terkuras. Keringat pun bercucuran dari sekujur tubuh. Menit demi menit berlalu saya kelelahan. Akhirnya saya disuruh duduk dan tetap mengeluarkannya dan disajikan segelas teh manis hangat 
Rasanya badan bukannya tambah seger malah ngantuk dan lelah. Pulang ke rumah rasanya sempoyongan dan ketika melihat diri saya dari pantulan kaca ternyata muka saya seperti habis menangis. Bengkak namun tidak sakit. "Nah lo, kenapa ini?" Tidak lama sambil berjalan, seorang tetangga pun menanyakan, "kenapa matanya tuh?" langsung saya panik dan buru-buru masuk ke rumah. Astaga muka saya bak ditonjok tonjok lebam dan kemerahan. Langsung segera saya cuci muka berharap hilang namun tidak juga. Akhirnya saya mencoba lagi cuci muka berkali-kali, mandi dengan air hangat, dan tidur. Berharap semua kemunafikan lebam tersebut akan hilang di pagi harinya
|  | 
| Pasrah... | 
Pagi hari saya terbangun untuk shalat subuh, hal pertama yang saya cari adalah cermin. Muka saya masih merah dan lebam. Oh tidak bagaimana ini? Tapi karena rasanya tidak sakit, perih, atau gatal saya tetap pergi untuk bekerja. Reaksi pada tubuh seperti kedinginan dan meriang pun tidak kurasakan selama saya berada di Trans Jakarta. Satu jam perjalanan berlalu, saya sampai juga di tempat saya bekerja. Setibanya disana, beberapa karyawan dan atasan saya mulai menanyakan kondisi wajah saya, Waduh, rasanya tengsin juga kalau mesti kasih tahu saya habis iseng digurah. Terpaksalah saya mulai berbohong, saya habis bekam. Dan tidak biasanya sepeti ini. Seseorang atasan saya yang perempuan mulai berasumsi yang aneh-aneh, seperti tidak bersertifikasi dan keracunan darah. Sempat sih saya terbawa oleh arus skenarionya, tapi kayanya ini alergi antara tetesan obat gurah atau minyak sewaktu memijat muka saya di awal, pikir saya.
Ditengah kepanikan drama, saya mencoba kontak dengan orang rumah untuk dicarikan nomor telepon si Mas Bekam tersebut. Sewaktu sudah dibalas nomernya dan saya hubungi, ternyata nomernya tidak bisa ditelepon. Tidak buntu sampai situ, saya langsung mengecek kontak bb teman saya yang kuliah kedokteran. Langsung saya tanya ke mereka bagaimana solusinya. Katanya bisa jadi itu infeksi, dan disuruh coba kompres pakai air es. Akhirnya es yang tersedia untuk minuman saya ambil banyak-banyak dan saya merendam muka saya dengan air bersuhu 32 derajat fahrenhait. Hasilnya? Nihil? Kebetean pun menjadi-jadi, seorang crew menawarkan saya untuk memakai pelembab yang bisa sedikit menyamarkan noda merah tersebut. Akhirnya saya menurut dan mencoba memakai. Ternyata sampai siang memudar juga krim tersebut.
Sewaktu saya mau pulang, beberapa karyawan lain mulai panik melihat saya. "Mas, matanya kenapa tuh berdarah ya?" Astajim, pikir saya. Saya buru-buru mengaca tetapi tidak terlihat apa-apa. Hanya di ujungnya ada sedikit kemerahan entah apa itu. Hal terpenting siang itu adalah untuk pulang dengan secepat mungkin dan meneguk air zam-zam dan segala obat alergi yang ada. Mana yang ada batuk saya malah menjadi-jadi. Hidung saya beler dengan lendir yang tidak kunjung berakhir. Entah geragan apa ini.
Singkat cerita saya sudah di rumah untuk mencoba ritual pengobatan. Sebuah botol kecil berisi air zam-zam yang masih tersegel saya buka dan langsung saya meneguk satu tablet kecil obat alergi. Setelah itu saya langsung menaruh botol tersebut di meja. Saya mulai membaca doa bak minta kesembuhan setelah ini dengan sedikit kontemplasi. Lalu tiba-tiba, saya menyadari ternyata ada lumut atau jamur hijau melayang-layang di botol berisi air zam-zam yang tersegel itu. Waduh rasanya langsung enek banget. Saya langsung ngibrit ke kamar mandi untuk memuntahkan seisi yang ada di lambung.
Waktu isya telah tiba, saya bolak balik lihat kaca, kesembuhan belum juga datang. Bbm dari Nyokap pun datang dan merekomen saya untuk beli kelapa hijau. Ya, tahukah kamu kelapa hijau itu? Warna kulitnya agak kemerahan dan dipercaya dapat menetralisir racun atau alergi. Dagingnya sangat tipis. Biasanya disajikan langsung dari batok kelapanya supaya terjamin keasliannya. Saya langsung memburu kelapa tersebut dan meneguknya satu buah. Dengan tidak lupa masih bolak balik ke kaca berharap hasilnya seperti sihir. Lelah juga karena bolak balik dan efek obat alergi, akhirnya saya memiolih untuk tidur cepat saja di malam itu.
Hari demi hari berlalu. Setiap harinya saya masih banyak minum air putih dan kelapa hijau. Berharap kalau itu adalah racun dapat dieksresikan dengan cepat dan segera. Berangsur serta perlahan jejak kemerahan itupun hilang. Entah karena dibawa keluar oleh urine dan keringat atau sel-sel kulit saya yang berregenerasi mengganti dengan yang barunya. Mata saya yang bernoda merah itupun dapat hilang dengan obat tetes mata yang ada di pasaran. Setelah selesai dari babak ini, saya berpikir rasanya kalau mau melakukan sesuatu yang baru coba ditanya ke yang sudah pernah atau dicari infonya dulu di mbah google. Seperti difirmankan di surat 17 ayat 35: Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. Sekian.
 
 
centil sih coba coba :p
ReplyDeleteKalo gak begitu ya tak ada cerita haha
DeleteBuahuahuahuahua :)) Ngakak bacanya... tapi udahan baru berasa kasihan. Jangan centil lagi ya, Reee.. :p
ReplyDeletegeli sendiri pas baca hahahaa
Delete