Friday, December 21, 2012

Alergi atau Kutukan Coba-coba?

Darah muda atau yang dikenal sebagai kiasan dari rasa ingin tahu yang membara-bara melekat dengan julukan untuk para manusia yang sedang mendekati fase dewasa atau adultery. Sebenarnya ada sih patokan yang mengklasifikasikan remaja dengan dewasa pada berbagai bidang. Nah, pada fase ini biasanya manusia akan mencoba sesuatu yang belum pernah dirasakan sebelumnya. Rasa penasaran atau dorongan dari teman sebaya atau lingkungan yang biasanya menghampiri keinginan tersebut.


Ingin mencoba sesuatu tersebut tentunya berbeda-beda aktivitasnya. Ada yang positif dan ada juga yang negatif. Nah cerita saya sekarang bagusnya bisa diambil dari dua sisi walaupun efeknya adalah negatif. Begini ceritanya.

Dulu sewaktu di kuliah, saya dikenalkan oleh dua teman saya yaitu Tembaga dan Genta mengenai bekam. Bekam adalah suatu teknik medis yang dicontohkan oleh nabi umat islam. Frekuensi praktiknya adalah sekitar 3 bulan sekali. Caranya adalah dengan mengambil beberapa titik yang ada di punggung, kemudian membuat tusukan kecil, hingga akhirnya mengeluarkan darah yang sudah terkontaminasi dengan toksin atau racun. Sehingga aliran darah yang ada di sistem limfatik kita semakin lancar. Bekas dari bekam adalah lingkaran gelap sebesar kop atau alat penyedot. Sekilas mirip lebam akibat benturan atau gebukan.

Berawal dari situ, beberapa kali mencoba kok rasanya enak yaa. Awalnya badan merasa sangat lemas, bahkan saya yang jarang sekali tidur waktu kuliah menjadi ketiduran saking beratnya mata menahan kantuk. Namun 2 hari kemudian, setelah bangun pagi, badan terasa sangat ringan rasanya. Kalau sudah lama tidak dibekam pasti banyak sekali toksin yang terlihat dari bekas yang ada di kop. Warnanya lebih gelap dibanding darah yang tidak ada toksinnya.

Setelah saya lulus kuliah, hampir setengah tahun lamanya saya tidak dibekam. Sebulan saya bekerja full time, tiba-tiba terbersit keinginan untuk dibekam kembali. Nah, ternyata ada suatu ruko dekat dengan rumah saya yang menawarkan jasa ini. Saat saya datang dan dibekam, ternyata benar saja, darah yang keluar dari kulit saya berwarna gelap. Khususnya pada bagian belakang pinggang. Saya pun mulai aware terhadap kebiasaan makan dan olahraga saya kembali. Selesai bekam, saya ditawari untuk mencoba treatment lain seperti refleksi, ear candle, totok wajah, atau gurah. Saya penasaran dengan gurah. Gurah itu apa sih?

Si masnya menjelaskan. Iya nanti, akan ada cairan dari akar sigura-gura yang masuk melalui hidung. Dan akan keluar air dari saluran pernafasan. Baik sekali untuk mengeluarkan toksin dari polusi udara dan bakteri jahat yang ada. Wah kayaknya cocok ya untuk kondisi di jakarta, pikir saya. Tapi kenapa hanya para qari'ah dan penyanyi dangdut yang mempraktekannya?

Sambil berpikir, imajinasi saya mengenai langkah kerja praktik gurah berjalan. Jadi, nanti akan ada cairan yang diuapkan, kemudian kita hirup layaknya aromartherapy dan akan keluar air melalui hidung seperti kita pilek. Tidak lama saya menanyakan durasinya. Karena cukup lama, maka saya katakan untuk tidak melakukannya dulu. Nanti saya kalau waktunya luang.

Hari tersebut akhirnya datang juga tepatnya satu setengah bulan setelah bekam pertama dekat rumah. Syarat utama sebelum digurah adalah tidak dilakukan dalam kondisi perut yang penuh, berani, dan jujur (syarat kedua dan ketiga diabaikan). Singkat cerita sesudah dibekam, si masnya menginstruksikan saya untuk berbaring dan relax. Di awal ada terapi si Mas memassage kepala dahulu supaya tidak kaget. Tidak lama kedua lubang hidung saya dimasukan cairan dari pipet. Oh tidak, persepsi saya salah besar tentang aroma terapi. Seketika, saluran pernapasan saya seperti ada yang masuk dan penuh dengan sesuatu. Saya merasa sedikit panik saat itu. Namun si Mas berulang kali mengatakan jangan panik dan tetap relax. Tidak lama, saya diminta untuk tengkurap dan membuang semua dahak dan riak yang ada di hidung dan mulut ke tempat sampah. Dengan menarik napas dalam-dalam dari hidung dan mengeluarkan dari mulut. Tetapi hal tersebut sulit, saluran pernapasan saya seakan-akan tersumbat. Kalau begitu, mana mungkin ada udara yang bisa masuk? Langsung saya mengeluarkan lendir dari hidung sekeras mungkin dan riak dari tenggorokan. Rasanya sedikit panas dan membuat seisi kepala dan saluran pernapasan terpenuhi oleh sesuatu. Berkali-kali saya mengeluarkannya hingga rasanya eneegi saya terkuras. Keringat pun bercucuran dari sekujur tubuh. Menit demi menit berlalu saya kelelahan. Akhirnya saya disuruh duduk dan tetap mengeluarkannya dan disajikan segelas teh manis hangat

Rasanya badan bukannya tambah seger malah ngantuk dan lelah. Pulang ke rumah rasanya sempoyongan dan ketika melihat diri saya dari pantulan kaca ternyata muka saya seperti habis menangis. Bengkak namun tidak sakit. "Nah lo, kenapa ini?" Tidak lama sambil berjalan, seorang tetangga pun menanyakan, "kenapa matanya tuh?" langsung saya panik dan buru-buru masuk ke rumah. Astaga muka saya bak ditonjok tonjok lebam dan kemerahan. Langsung segera saya cuci muka berharap hilang namun tidak juga. Akhirnya saya mencoba lagi cuci muka berkali-kali, mandi dengan air hangat, dan tidur. Berharap semua kemunafikan lebam tersebut akan hilang di pagi harinya

Pasrah...

Pagi hari saya terbangun untuk shalat subuh, hal pertama yang saya cari adalah cermin. Muka saya masih merah dan lebam. Oh tidak bagaimana ini? Tapi karena rasanya tidak sakit, perih, atau gatal saya tetap pergi untuk bekerja. Reaksi pada tubuh seperti kedinginan dan meriang pun tidak kurasakan selama saya berada di Trans Jakarta. Satu jam perjalanan berlalu, saya sampai juga di tempat saya bekerja. Setibanya disana, beberapa karyawan dan atasan saya mulai menanyakan kondisi wajah saya, Waduh, rasanya tengsin juga kalau mesti kasih tahu saya habis iseng digurah. Terpaksalah saya mulai berbohong, saya habis bekam. Dan tidak biasanya sepeti ini. Seseorang atasan saya yang perempuan mulai berasumsi yang aneh-aneh, seperti tidak bersertifikasi dan keracunan darah. Sempat sih saya terbawa oleh arus skenarionya, tapi kayanya ini alergi antara tetesan obat gurah atau minyak sewaktu memijat muka saya di awal, pikir saya.

Ditengah kepanikan drama, saya mencoba kontak dengan orang rumah untuk dicarikan nomor telepon si Mas Bekam tersebut. Sewaktu sudah dibalas nomernya dan saya hubungi, ternyata nomernya tidak bisa ditelepon. Tidak buntu sampai situ, saya langsung mengecek kontak bb teman saya yang kuliah kedokteran. Langsung saya tanya ke mereka bagaimana solusinya. Katanya bisa jadi itu infeksi, dan disuruh coba kompres pakai air es. Akhirnya es yang tersedia untuk minuman saya ambil banyak-banyak dan saya merendam muka saya dengan air bersuhu 32 derajat fahrenhait. Hasilnya? Nihil? Kebetean pun menjadi-jadi, seorang crew menawarkan saya untuk memakai pelembab yang bisa sedikit menyamarkan noda merah tersebut. Akhirnya saya menurut dan mencoba memakai. Ternyata sampai siang memudar juga krim tersebut.

Sewaktu saya mau pulang, beberapa karyawan lain mulai panik melihat saya. "Mas, matanya kenapa tuh berdarah ya?" Astajim, pikir saya. Saya buru-buru mengaca tetapi tidak terlihat apa-apa. Hanya di ujungnya ada sedikit kemerahan entah apa itu. Hal terpenting siang itu adalah untuk pulang dengan secepat mungkin dan meneguk air zam-zam dan segala obat alergi yang ada. Mana yang ada batuk saya malah menjadi-jadi. Hidung saya beler dengan lendir yang tidak kunjung berakhir. Entah geragan apa ini.

Singkat cerita saya sudah di rumah untuk mencoba ritual pengobatan. Sebuah botol kecil berisi air zam-zam yang masih tersegel saya buka dan langsung saya meneguk satu tablet kecil obat alergi. Setelah itu saya langsung menaruh botol tersebut di meja. Saya mulai membaca doa bak minta kesembuhan setelah ini dengan sedikit kontemplasi. Lalu tiba-tiba, saya menyadari ternyata ada lumut atau jamur hijau melayang-layang di botol berisi air zam-zam yang tersegel itu. Waduh rasanya langsung enek banget. Saya langsung ngibrit ke kamar mandi untuk memuntahkan seisi yang ada di lambung.

Waktu isya telah tiba, saya bolak balik lihat kaca, kesembuhan belum juga datang. Bbm dari Nyokap pun datang dan merekomen saya untuk beli kelapa hijau. Ya, tahukah kamu kelapa hijau itu? Warna kulitnya agak kemerahan dan dipercaya dapat menetralisir racun atau alergi. Dagingnya sangat tipis. Biasanya disajikan langsung dari batok kelapanya supaya terjamin keasliannya. Saya langsung memburu kelapa tersebut dan meneguknya satu buah. Dengan tidak lupa masih bolak balik ke kaca berharap hasilnya seperti sihir. Lelah juga karena bolak balik dan efek obat alergi, akhirnya saya memiolih untuk tidur cepat saja di malam itu.

Hari demi hari berlalu. Setiap harinya saya masih banyak minum air putih dan kelapa hijau. Berharap kalau itu adalah racun dapat dieksresikan dengan cepat dan segera. Berangsur serta perlahan jejak kemerahan itupun hilang. Entah karena dibawa keluar oleh urine dan keringat atau sel-sel kulit saya yang berregenerasi mengganti dengan yang barunya. Mata saya yang bernoda merah itupun dapat hilang dengan obat tetes mata yang ada di pasaran. Setelah selesai dari babak ini, saya berpikir rasanya kalau mau melakukan sesuatu yang baru coba ditanya ke yang sudah pernah atau dicari infonya dulu di mbah google. Seperti difirmankan di surat 17 ayat 35: Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. Sekian.

4 comments:

  1. centil sih coba coba :p

    ReplyDelete
  2. Buahuahuahuahua :)) Ngakak bacanya... tapi udahan baru berasa kasihan. Jangan centil lagi ya, Reee.. :p

    ReplyDelete