Sunday, February 5, 2023

Halal Food Challenge and Journey in Bangkok Thailand


Di tahun 2020 awal, kami sekeluarga bersama sepupu pergi ke Bali di awal pendemi. Dan 3 tahun kemudian, dengan hanya 2 bulan planning kami kembali pergi berpelsir ke Bangkok.  Semoga menjadi pertanda menutup pandemi supaya bisa jadi endemi (Aamiin). Di perjalanan kali ini, hanya Ibu saya yang belum pernah menginjakkan kaki ke Thailand. Untuk Saya sendiri yang sudah pernah dua kali melakukan trip, tetapi merupakan trip pertama ke luar negeri sejak 2019. Cap pertama di paspor yang baru.
Destinasi perjalanan di Bangkok 90% diserahkan kepada saya. Nah bedanya kali ini, kami mau coba untuk memilih semua destinasi makanan yang memang Halal atau Muslim Friendly.  Nanti akan saya jelaskan maksud muslim friendly disini apa ya....

So, apa sih yang membuat challenge dari mencari Halal Restaurant ini.

1. Jumlah Resto/Toko yang belum cukup banyak.
Dengan kemudahan teknologi, sebutlah si oom Google. Mencari halal restoran menjadi hanya hitungan detik. Jadi kalau kita lagi di satu destinasi. Tinggal tulis di tab search engine, "halal near me". Kemudian, kalian bisa pilih restoran dari daftar yang ada di google review. Kiranya mana yang paling meyakinkan dari ulasan-ulasan yang ada. Bisa diidentifikasi dari banyaknya ulasan dan skor rata rata.



Nah tapi bisa jadi inih. Ada resto resto yang gak tercatat. Fitur google search engine ini akan bekerja dengan baik kalau si pemilik/user/owner punya SEO (Search engine optimazion) yang bagus yah. Kalau misal dia gak masukin keywords halal, atau tidak tercatat di Google review. Yah... wasalam.


2. Jarak Resto/Toko
Kalau Anda tidak suka jalan kaki dan solo traveling. Bisa saja naik Grab Ride karena harganya agak lebih murah dibandingkan dengan di Indonesia. Tapi kalau bepergian dengan group dan sukanya naik taksi. Siapin budget yang lebih besar. Jangan lupa juga cek di google map, apakah sedang kondisi high traffic atau tidak. Imagine, kalian uda laper plus macet. 

Tips naik Grab Hemat. Jangan lupa buat redeem coupon discount. Karena gak otomatis...

3. Budget

Tidak jauh berbeda dengan di Indonesia. Resto/rumah makan yang punya halal certified biasanya biasanya berada di satu bangunan. Kalau yang kaki lima, modal bismillah cuma cek penjualnya pakai hijab atau tidak.

Kalau sudah ada di satu restoran, mall, atau independent restaurant (berdiri sendiri), rata rata budget makan per orang (sudah dengan minum) adalah 100-140 THB atau IDR50-75rb rupiah. Yaa hampir sama dengan makan di restoran ber-AC di Jakarta sih. 

Kalau mau lebih budget friendly lagi, bisa ke 7-11 dan beli noodle instan cup, salad, buah, dan chicken breast yang bisa minta dimicrowave. Nah si ayam ini kalau ada di Jakarta bisa oke banget buat yang lagi jaga pola makan lebih sehat dibanding aneka gorengan yah...



Oke, sekarang saya mau spill perjalanan makan Resto halal atau muslim friendly apa aja yang kemarin kita datengin sewaktu di Bangkok. Sebagian ada yang hasil googling jauh jauh dari Indo. Tapi kebanyakan baru dapet pas udah laper dan baru hunting 🤣.

Day 1
1. Radhuni Sukhumvit
Sewaktu kami tiba di Bangkok yang ternyata macetnya bak Jakarta (padahal jalur sky trainnya tergolong banyak). Dari airport kami langsung menuju Hotel Hyatt Regency di Sukhumvit. Sebelum memulai jalan jalan, sudah pasti harus isi perut dulu. (Yes we skip the breakfast dan tidak dapat meal di pesawat).

Dengan menggunakan fitur oom google. Muncullah satu nama restoran yang memakan waktu sekitar 17 menit dari hotel (Gak inget namanya apa..). Sebenernya agak jauh sih. Tapi kalau pakai grab waktu kita mau coba, waktu tunggunya 20 menit sendiri (alamakk....).

Nah berhubung semua anggota rombongan sudah siap dengan berjalan kaki (Its in our family blood). Semua barang barang yang beratpun sudah ditinggal di concierge. Karena waktu check in kami lebih awal yaitu jam 11.00 sehingga belum bisa masuk kamar. Tetapi meyimpan barang di concierge itu adalah salah satu tempat yang paling aman. Tidak ada dari Rombongan yang bawa barang seperti laptop atau dua tas selama perjalanan adalah kunci bisa jalan kaki agak jauh. 

So we are ready to walking this Sukhumvit.... 🦿🦿

Baru saja kami keluar menyusuri jalanan kecil di samping hotel. Udara panas dan sengatan sinar matahari Bangkok yang terik sudah sangat terasa. Tidak jauh dari hotel, sudah mangkal beberapa pedagang kaki lima yang berjualan berbagai macam jajanan seperti buah buahan, kukusan, dan cemilan lainnya. Nah, mereka ini persentase yang jual gorengan dan perisa tabur yang gurih-gurih tidak sebanyak di Jakarta ya guys...


Baru akan sampai di ujung jalan kecil menuju jalan raya. Kami melihat plang besar restoran di kiri jalan bernama Radhuni. Di plang nya pun mereka menuliskan halal food. Yah karena perjalanan pagi yang belum sarapan dan ditambah terik matahari pula. Kamipun memilih untuk brunch disini saja. Berhubung rekomendasi oom google agak jauh yaa...

Radhuni ini salah satu tempat makan yang tidak ada SEO nya di google (entah kenapa_. Jadi ketemunya pun tiba tiba aja. Sayang sih dari segi bisnis. Karena mereka sudah invest restoran di tengah kota dengan AC 😢. 

Oiya Radhuni ini memiliki makanan khas Thailand dan juga Arabian-India. Menu yang direkomendasikan adalah nasi goreng dan nasi briyani. Kalau kalian kesana beli aja yg fried rice beef.


Radhuni menurut saya punya tempat yang nyaman dan service oke (ibu yang taking order boleh cakap bahasa melayu). Kalau dari segi rasa, menurut saya ini belum masuk ke Gong nya kuliner kemarin.... Nah nilai plusnya, kami juga bisa ikutan shalat sebelum lanjut untuk jalan jalan ke Temple yang ada di Bangkok.


2. Usman Thai Muslim
Nah di malam hari, mulai hunting makanan halal lagi. Kali ini yaa menggunakan oom google lagi. Dan muncukkah si Usman Thai Muslim dan Kebab resto gitu. Walaupun berada di satu lokasi yang berdekatan, Usman memiliki rating yang lebih oke di google. Padahal awalnya sih mau ke Night Market. Tapi ngelihat para peserta rombongan yang mungkin butuh istirahat lebih. Jadi acara kesana kita cancel. Supaya semuanya bisa full energi untuk ke Ayutthaya besok.


Di sepanjang jalan menuju ke restoran. Pedagang pedagang pinggiran menjamur  ya. Feel nya seperti ada di jalanan kota tua aja. Bedanya yang jual sex toy kok banyak banget yah??? Padahal zaman dulu tahunya kalo sex toy ada di space yang tertutup. Jadi mau masuk ke dalam juga enggan. Nah ini setiap sepuluh meter sekali juga udah ada tuh yang jualan. Ok, mungkin saya yang kelamaan gak ke luar negeri...

Sesampainya menuju gang yang akan membawa kita ke Usman Thai. Tiba tiba ambience nya berubah jadi kaya di timur tengah. Tulisan signage nya arab. Orang orangnya juga jadi ras arab. Ada supermarket khusus jual barang barang dari arab. Sepanjang jalan tadi ternyata banyak banget pilihan resto yang claim halal. Bahkan Al-Baik juga ada lho disitu. Tapi akhirnya kita entah kenapa tetap on plan untuk makan di Usman Thai Muslim ini.

Usman Thai Muslim ini lebih ke Nepali cuisine. Banyak Indian foodnya. Walau dia juga jual thai food sih. Ambience restorannya enak, macam family restoran. Karena lokasi ini 11-12 kek Jalan Sabang. Untuk order makanan juga gak susah kok. Highlight dari resto ini adalah, selain rasanya enak tapi juga bit pricey untuk ukuran independent restoran. Porsinya? Gede gede kok. Sampai kami pun minta take away karena tidak habis. Kalau mau puas beli lah family portion yang steak. Jangan lupa juga pesan hot tea nya yang ada rasa cardamon. Biar kerasa sensasi makanan Nepalinya.





Untuk Day 2 dan seterusnya ada di next postingan ya... 

Friday, February 3, 2023

Next holiday, berapa banyak disinfektan yang kami bawa?

Tahun 2020 selama musim liburan panjang, kami serumah tidak pernah ada yang bepergian jalan jalan ke luar kota. Apalagi tahun baruan, bukan entitas yang ada di orang rumah sama sekali. Entah apa yang ada di pikiran orang orang sih, kenapa banget harus liburannya pas long weekend ya? Dimana kalau cerdas, ya silahkan ambil liburan di kala orang pada kerja. Menurut saya yaah... Alhasil angka kenaikan warg Jakarta yang terinfeksi Covid-19 pasti naek, setiap abis liburan panjang. Inget banget awal awal 100-an, lama lama 400-an, 1000-an, hingga sekarang sampai 4000-an. Video video di rumah sakit yang menjelaskan RS penuh, hanya bisa nunggu sambil duduk juga kayaknya gak bikin orang kapok yah. 

Gak tahu juga sih, apa ada tingkat kejeraan dari yang sudah terpapar COVID-19 dan sekarang sembuh atau tidak. At least, harusnya lebih mawas diri ya dan aware kalau yang namanya sakit apapun ya nggak enak. That's why, saya gak mau promoting kalau jalan jalan di masa pandemi itu fun banget. Memang di satu sisi membantu perekonomian pariwisata sesama WNI. Hanya saja, apakah tipe liburan setiap orang sama? Ooh tentulah tidak pastinya.

Kembali ke judul postingan, berapa banyak jenis sanitizer yang kami bawa pada saat Pandemi? Tulisan ini mungkin sangat subjektif dan kembali lagi ke masing masing individu yaah.

1. Hand Sanitizer Spray

Setiap orang di mobil biasanya punya satu, gunanya untuk semprot tangan kalau baru masuk mobil. Apakah itu abis ambil uang di ATM, shalat, kamar mandi di POM Bensin. Atau dipakai sehabis cuci tangan dengan sabun. Kita selalu sedia satu di mobil yang WAJIB dipake pengemudi abis ngasi uang ke tukang parkir.

2. Wipes (Food Grade)

Tisue basah yang kita beli ini biasa dipake buat bayi. Memang food grade sih, tapi ya berati non alkohol. Meaning kalo ada Corona, Wallahualam mati apa nggak. Keberadaannya kerap dipertanyakan. Kenapa? Karena kalo dari Rumah makan atau restonya nyajikan makanan kuah dan udah kecelup. Yaudah deh gak dipake tuh tissue. Dan seringkali kita udah laper, jadi kelupaan ngelap alat makan.

3. Alcohol Wipes

Tisue basah yang menjadi primadona karena mampu bunuh Corona dengan kandungan alkoholnya yang cukup tinggi. Nah, berguna sih buat dateng ke rumah makan atau resto yang mejanya ngga tau deh, dilap apa kagak setiap customernya selesai makan. Yang lucu, pernah kita jadi customer pertama makan di pinggir Pantai Seminyak. Lah, gak taunya abis kita lap lapin, baru dipasangin sama taplak meja. Jadi malu deh.

4. Larutan Dettol dengan semprotan untuk taneman

Niatnya sih, mau semprot barang barang yang sering dipegang di dalam kamar hotel. Ini paling zonk parah, karena udah keburu males duluan. Jadi gak pernah kita pake sama sekali. Sampe pulang ke rumah, masih ada di bagasi mobil kondisinya.










Sunday, February 7, 2021

Ke Bali di awal awal Corona Part 2

Hey everyone its 2021 already,

Gak inget kalo kemarin itu part 1 and its so silly pas saya baca ulang. Waktu itu kita melakukan trip 3 hari 2 malam di Bali. Tanpa jadwal yang tight, jadi memang tujuannya hanya ke Ubud saja. So, yang saya mau bahas di postingan kedua ini adalah, how to enjoy Ubud?

Kalau temen temen browisng, Bali itu cukup komplit dalam 1 pulau. Mau panas panasan bisa ke pantai. Mau dingin dingin romantis, bisa kok ke Ubud atau Kintamani. Apalagi Ubud menjadi destinasi primadona setelah jadi tempat syuting Eat, Pray, Love. Where you can swing with bike di tengah tengah hamparan sawah yang luas ditemani embun pagi, ceuilah...

Monday, May 25, 2020

Ke Bali di awal awal Corona Part 1

Selamat berlebaran buat masyarakat yang merayakan.
Buat saya dan WN Jakarta, sudah dua hari ini melihat langit yang sangat biru bak di Bali. Kalau saya ingetnya seperti di Papua. Warna biru yang se-Subhanallah itu tentu saja dibarengi dengan terik dan panasnya udara hingga seperti 40C. 

Nah, ngomong ngomong tentang Bali. Ide menarik saya lakukan bersama keluarga tanggal 14-16 Maret 2020 yang lalu. DImana terjadi sesaat setelah suspect positive corona dikemukakan ke publik. Yang sebelumnya adalah dimana kita tahu kalau Indonesia bebas covid selama 3 bulan. Luar biasa ya... Cuma nasib udah berkata dan tiket sudah ditangan. Jadilah kita jalan ke Bali.

Karena saya berlibur ke Bali dengan keluarga, jadi saya tidak pergi ke tempat tempat hits yang banyak kerumunan massa nya. Kala itu Bali tidak menjadi red zone (sampai saat ini sih...). Selama dua malam pun kami habiskan di daerah Ubud. Tidak ada yang namanya jalan jalan ke daerah Kuta, nonton Tari Barong, Kecak, atau sekedar ke Pasar Ubud.

Ada kalanya kami sempat ke daerah dengan kerumunan, seperti GWK. Tetapi kami cuma makan gellato dari luar saja. Gerombolan anak sekolah masih leluasa tanpa pakai masker seperti tidak ada pandemi sama sekali. Pantai pantai yang kami kunjungi pun tampak sepi sudah di akhir pekan. Jadi di awal tanpa dresscode yang proper kita sebentaran kesana. Oiya, tidak ada turis dari Cina sama sekali ya. Dengar dengar mereka sudah pindah ke pulau lain isunya. Wallahualam. Karena banyak pesawat direct dari Wuhan ke Denpasar begitu juga sebaliknya.

Bagaimana dengan perjalanan ke Ubud. Lancar jaya. Begitu juga ke daerah daerah lain. Kafe tidak perlu menunggu lama. Tempat tracking pecalang, paddy field sepi, dan lain sepi sepinya. Sebagai kaum introvert, buat saya hal ini adalah yang saya sukai. Tidak ramai namun bersama dengan orang orang terdekat.

Tapi deep on my heart apakah saya setenang itu? Oh tentu tidak, beberapa kali saya sempat diare karena asam lambung yang naik. Alasannya? Berbagai news di media massa menyampaikan jika Jakarta akan lock down. Kebayang kalau saya gak bisa pulang dan bingung harus ngomong apa ke kantor. Terlbih waktu itu baru skenario WFH yang akan dijalankan. Terlebih beban ganda yang menyatakan salah satu gejala awal terinfeksi corona adalah diare ringan. Hiks....

Jujur tidak senyaman itu berlibur di awal awal masa Pandemi. Sempat ada berita satu orang bule yang meninggal di jalan raya. Setelah dicek ternyata negative covid dan dinyatakan OD mabok alkohol. Wallahualam 2 juga. Mental saya seperti naik turun ketika berlibur. Lihat pemandangan happy, lihat handphone stress. Dan saya tidak bisa menjadi orang yang hanya hidup di hari ini. Pikiran saya harus ada juga untuk masa depan. So, dont say im stupid that still holding my phone. Karena saya gak seignorant itu untuk tiba tiba bolos ke kantor.




Sunday, May 24, 2020

Work from Home

Kejadian Tahun 2019

Ya, semua orang pasti masih ingat dengan Pemilu 2019. Dimana di semua dunia maya atau realita, semua orang rela bergontok gontokkan membela sang calon pemimpin. Walaupun beberapa ahli berkata, "gontok gontokan lebih baik daripada acuh dan tidak peduli! Itu tandanya masyarakat masih punya power dan kemauan untuk memilih". Walau dimanapun menurut saya, pemilu tidak ada yang 100% bersih, segala macam taktik, usaha, dan uang pasti dengan serta merta dilakukan guna memenangkan pemimpin yang diimpi impikan. (Lah kenapa jadi serius gini ya, pengulangan kata gua jadi mirip narasinya Najwa Shihab).

Semua orang juga pasti masih inget kan, kalau di Jakarta sempat chaos, bentrok lagi besar besaran, antar mahasiswa, masyarakat dan polisi di beberapa titik. Beberapa masyarakat bahkan meninggal. Itu yang diberitakan oleh media.

Beberapa.

Nyatanya yang meninggal tanpa sebab waktu penghitungan voting tidak ada yang mengungkapkan satu per satu alasannya. Seperti ada sihir yang ghaib kala itu. Padahal sekarang era sudah digital dan banyak hal yang bisa dipertanyakan.

Mengenai chaos di Jakarta, sebagai karyawan yang mengabdi kepada perusahaan di pusat Kota Jakarta. Tentu kami sekantor sangat memerhatikan tentang update berita berita nya di media elektronik. Dimulai dari beberapa hotel melakukan lock down karena massa yang dikejar kejar polisi berhamburan menyelamatkan nyawanya. Atau moda transportasi seperti kereta dan Trans Jakarta yang menjadi sangat tidak kondusif. Belum lagi masjid masjid di sekitaran akses transportasi massal di sweeping.

Seperti layaknya masyarakat Indonesia yang santuy, saya pun juga mempunyai pengalaman serupa di kala itu. Hal itu dimulai setengah jam sebelum saya meninggalkan kantor. Seorang kolega dari perusahaan lama mengontak saya untuk menemaninya makan malam menjamu seorang Pangeran Bangkok.

Bukan. Bukan, Pangeran Bangkok seutuhnya. Pria yang saya maksud sedang tugas dinas beberapa pekan dan akan pulang keesokan harinya. Panggilah dia dengan Pangeran Sarawat. Mal, kolega saya yang mengajak menanyakan referensi tempat makan malam. Dengan spontan saya mengajaknya ke area Sabang yang tidak asing untuk masyarakat maupun expat atau lokal untuk menyantap kuliner. Sabang pun saya rekomendasi dan pilih karena letaknya cukup jauh dari Senayan yang menjadi titik pusat demonstrasi dan kerusuhan.

Makan malam tersebut dimulai dengan canda tawa. Dengan rute makan dimulai dengan sate, nasi padang, soto, dan diakhiri membeli oleh oleh rokok di sebuah warung kecil. Memang di tengah tengah kami makan malam, Pangeran Sarawat ditelepon Ibunya via Line dari Bangkok. Setelah menutup telepon tersebut, sang Pangeran bercerita bahwa dia baru saja berbohong, Tentu Sang Ibu khawatir jika Pangeran pergi keluar penginapan di masa masa genting. But you only live once, kata Sang Pangeran sambil cengengesan. Pangeran tidak ingin tugas dinasnya cuma dihabiskan di kamar dan tempat kerja. 

Jam sudah berlalu dari jam 19.00 menuju 21.30. Setelah selesai membeli rokok, Sang Pangeran pun menyudahkan jamuan makan malam ini. Dia harus bergegas kembali ke Penginapan untuk mengemas barang barangnya. Saya pun hendak menemani mereka pulang karena kebetulan rutenya sama , yaitu menggunakan moda kereta bawah tanah MRT 

Setelah jalan dari Sabang dan melewati Sarinah, kami kaget karena tercium bau yang menusuk hidung hingga ke tenggerokan. Tapi tidak ada satupun dari kami yang berbicara. Setelah kami turun tangga menuju stasiun Bundaran HI. Suasana hati makin tidak enak. Dan tepat ketika kami sudah memasuki gerbong kereta. Mal diberi tahu jika gerbang hotel tempat Pangeran sudah ditutup. Massa yang diusir dari Senayan dikejar kejar hingga menuju penginapan tersebut. Bahkan ironisnya, ada mobil di dekat kantor polisi yang dibakar. Seketika saya mau memikirkan alternatif untuk mencari taksi, pintu MRT pun sudah menutup.

Alamak

Tadinya saya berpikir malam ini akan ditutup dengan waving goodbye di stasiun tempat Pangeran dan Mal turun. Tapi sebagai orang yang bertanggung jawab (sok banget). Saya abaikan, Dan akhirnya merasa harus membantu mereka sampai hotel. Begitu keluar dari kereta dan tiba di lantai atas tempat gate kartu keluar. Beberapa orang mulai berseliweran menggunakan odol di bawah matanya. Perasaan mencekam semakin menjadi jadi.

Tidak ada pilihan lain, kami harus berjalan kaki menuju hotel tersebut. Menggunakan ojek online atau taksi bukan pilihan yang tepat karena dapat memisahkan gerombolan. Saya pun memilih rute sambil berdoa, semoga tidak terjadi apa apa pada nyawa kami.

Pihak Security stasiun lari pontang panting dan siap menutup gerbang utama. Mereka membawa gembok dan kuncinya. Sambil berkata kepada rekannya jika gerbangnya akan ditutup. Kami pun langsung menyeruak keluar stasiun berharap menghirup udara segarnya malam tetapi malam itu berbeda kawan. Napas menjadi sesak dan tenggorokan pun sakit. Sepertinya hembusan angin membawa gas tersebut jauh jauh kemari. Saya yang tidak pernah ada di barisan demonstrasi, malam itu menghirup cukup banyak gas yang disebut gas air mata. Tidak berbelit belit kami langsung jalan cepat menelusuri kacaunya Jalan Sudirman malam itu.

Kami melihat Bus Trans Jakarta mundur teratur menuju arah Bundaran HI menjauhi arah bundaran Semanggi. Beberapa anak muda yang tidak jelas membela siapa atau dibayar atau tidak, menghambur menyebrangi jalanan Sudirman dari mobil bak. Terkadang bau aroma gas air mata masih tercium. Sarawat menenangi kami semua jika ini bukanlah pengalaman pertama kalinya. Sebelumnya dia pernah merasakannya juga di Bangkok. Dia pun sesekali masih mengajak ngobrol seakann membuat kami supaya tidak makin panik.

Setelah masuk lewat gedung perkantoran melewati akses karyawan. Akhirnya Pangeran pun bisa tiba di gerbang hotel lewat akses pintu yang berbeda. Saya pun lega karena secara tidak langsung menyelamatkan Aset Negara Bangkok di moment tidak aman ini. Security penginapan menyarankan saya untuk tetap tinggal tapi saya abaikan. Karena gelombong kerusuhan tidak terlihat di jalan saya pulang ke MRT ataupun ke rumah. Alhamdulillah perjalanan ke rumah cukup lancar. Tidak ada kendala yang berpengaruh. Hanya saja beberapa Gate di Bendungan Hilir ditutup karena kondisi yang tidak kondusif.

Hari hari setelahnya peristiwa tersebut pun menyebabkan kami bekerja dari rumah tanpa persiapan yang cukup. Suatu hari satu kantor dipulangkan jam 14.00 siang. Tanpa cukupnya dokumen di kantor yang bisa dikerjakan di rumah. Kala itu, ada hari pun saya sempat bekerja di Mall walaupun tidak bisa makan karena berpuasa. Saya hanya memesan makanan dan melakukan transaksi take-away. Namun kejadian Work From Home kala itu bisa diprediksi kapan harus berakhir. Manusia yang menjadi penyebabnya bisa terlihat dan diabaikan. 

Kejadian Tahun 2020

Work from Home dengan tanda tanya. Tidak tahu kapan akan berakhir. Walau semua dokumen yang bisa dikerjakan di rumah sudah disiapkan jauh hari. Manajemen kantor sudah menyiapkan beribu rencana untuk menyelamatkan kantornya. Saya beruntung berada di keluarga yang berkecukupan. Tidak ada yang namanya berantem seketika semua orang berada di satu atap dalam waktu yang cukup lama. 

Pada awalnya manajemen memutuskan untuk Half Week Work From Home. Namun karena Gubernur menginstruksikan menutup perkantoran. Program Half Week dihentikan. Dan tibalah hingga hari ini saya bekerja dari rumah. Sekali saja ke kantor karena ada hal yang perlu didiskusikan secara serius dengan kolega kantor.

P.S: ditulis saat lebaran karena hari ini serasa lebih panjang dibandingkan ketika puasa.