Monday, November 26, 2012

Hong Kong dan TKW-nya



Hampir setengah tahun lamanya, saya belum saja menulis cerita ini. Baiknya, dalam setiap kali manusia pergi ke suatu tempat untuk bermusafir hendaknya kita mendapatkan suatu cerita yang bisa kita petik hikmah atau nilai positif dari sana. Singkat cerita, saya dan Budhe sudah di pesawat garuda untuk pergi dari Bandara Soekarno Hatta ke Hongkong International Airport. Mendapatkan tempat duduk ditengah-tengah dari total tiga kursi bukan suatu masalah yang besar bagi saya. Kalau dulu sih, pasti pinginnya disamping jendela supaya bisa melihat pemandangan kota setempat.

Tak lama setelah saya duduk, seseorang perempuan berjaket, berjilbab menutupi dada, dan membopong ransel hitam besar datang untuk menaruh tasnya di kabin. "Ooh, ternyata ini ya, penumpang yang duduk di pinggir jendela", kataku dalam hati. Dari penampilannya, saya bisa menebak kalau dia berprofesi sebagai Tenaga Kerja Indonesia. Setelah dia duduk, saya mulai iseng bertanya-tanya mengenai pekerjaannya. Ternyata, si mbak itu sudah cukup lama bekerja di Hong Kong dan dengan bangganya mengutarakan tempat majikannya di daerah Cos Way Bay. 


Hmm.. saya yang tidak mengerti daerah-daerah elit pada saat itu mulai mengaligkan pertanyaan ke seputar lokasi yang seru untuk jalan-jalan dan berbelanja serta cara menawar. Ternyata, saya tidak mendapatkan jawaban yang saya inginkan, intinya si Mbak tidak suka kegiatan happy-happy. Kalau liburan sabtu minggu biasanya dia pergi ke mesjid untuk ikut pengajian dan ceramah. Ustadznya diimpor langsung dari Indonesia atau Malaysia. Katanya kalau nggak gitu, bisa keikut yang aneh-aneh. Nanti mas liat deh banyak yang lesbi segala macem. 

Sekejap saya langsung ingat film Minggu Pagi di Victoria Park garapan Lola Amaria. Katanya cerita disitu belum ada apa-apanya mas, nanti lihat sendiri deh di Victoria Park kayak apa. "Hah, belum ada apa-apanya gimana?" pikir saya dalam hati. Akhirnya pesawat kami terbang dari pacu landasan menuju langit yang tinggi. Pramugari maskapai mulai membagikan welcome drink kepada para penumpang. Yang saya sedihkan adalah, ternyata si mbak sebelah saya seperti sengaja untuk tidak dikasih lho. Tampaknya sedikit ada diskriminasi disini kepada para TKW. Padahal si mbak ini kan sama-sama membayar juga, mengapa dia sampai tidak dapat ? Saya yang sedikit iba, mencoba untuk memberikan jus jeruk cup kepada dia. Dan diapun menolak secara halus. "Gak apa apa mas, saya ndak suka kok" katanya.

Sekian jam berlalu hingga kami tiba di Hong Kong. TKW kita mudah sekali ditemukan dimana saja. Jalanan, Trem, MTR, pusat perbelanjaan, dan Macao saking banyaknya. Yang paling mudah adalah dengan mengenal aksen logat Jawa yang kental atau medok ketika bicara dengan teman-temannya di ruang publik. Oya, sesama orang Indonesia, mereka baik-baik sekali lho. Pernah suatu kali saya harus janjian dengan orang Hong Kong. Nah, saya yang tidak membeli prepaid sim-card, mencoba SKSD dengan salah satu TKW di stasiun MTR untuk meminjam HP-nya. Eh dipinjemin loh, dan saya bisa telepon dan janjian waktu itu Intinya mereka merasa senang juga bisa membantu sesama WNI. Ternyata dimanapun kita berada, kita mesti down to earth serta gak boleh sombong. Jangan mentang-mentang ke luar negeri untuk senang-senang malah jadi belagu. It's a big no.

Ada juga hal-hal yang bikin miris mengenai TKW kita. Kata suber terpercaya yang saya dapatkan, persentase keberhasilan TKW di Hongkong yang kembali di Indonesia hanya 10 persen, sisanya menderita atau senang-senang saja disana. Cuplikan realitanya saya dapatkan ketika minggu pagi saya benar-benar sengaja ke Victoria Park. Pagi itu pukul jam 9 dan beberapa saudari kita sudah ada yang menggelar tikar di depan toko-toko. Namun, victoria parknya sendiri masi sepi dan didominasi oleh lansia yang berolahraga. Bingung karena kondisinya yang sepi, saya duduk di suatu kursi panjang yang telah diduduki oleh mbak berjilbab hitam. Seketika saya kemudian menegurnya dan menanyakan tentang kondisi taman yang sepi. Katanya, "Mas, kalau satu jam lagi nunggu disini, nanti penuh banget kok, sampean susah jalan pasti, wis ditunggu ae mas". Saya hanya bisa ternganga mendengarnya. 

satu jam lagi udah penuh sesak, gak bisa jalan

Tidak lama kemudian dua sejoli wanita datang menghampiri mbak disamping saya. Mereka adalah lesbian couple dari Indonesia. Ternyata si Mbak ini mempunyai pekerjaan sampingan membuat baju atau kerudung berbekal pelatihan gratis yang diadakan beberapa company Indonesia di Hongkong. Yang saya kaget adalah, sejoli tersebut memiliki tampilan yang sangat macho dengan rambut pendek cokelat, baju olahraga, celana 3/4, dan sepatu sneakers tapi mereka beli kerudung untuk dipakai sendiri. "Kapan ya mereka memakainya?" kata saya dalam hati. Dalam dialog transaksi barang tersebut, si Mbak bagusnya juga menasehati mereka untuk jangan seneng-seneng aja, bahkan dia mengajak untuk ikut kursus komputer gratis yang diadakan di hotel tempat saya menginap. Namun, mereka menolaknya secara halus dengan alasan seneng-seneng lebih asik.

Setelah mereka pergi saya penasaran bertanya. Mbak, kenapa sih mereka jadi begitu? Ooh itu ya karena mereka ya gak kuat kuat iman sih mas. Disini apa-apa bebas, ndak ada yang marahi. Makanya mereka ndak mau balik ke Indonesia. Kalau saya ndak mau lama-lama disini. Enakan buat usaha sendiri. Nih saya lagi cari bekal sebanyak-banyaknya supaya nanti pulang saya ya bisa jadi orang kaya.

Saya kagum dibuatnya saat itu. Andaikan waktu itu kerudung yang dibawanya banyak pasti saya beli namun dia hanya buat sesuai pesanan saja. Cerita di atas hanyalah cuplikan kecil dari banyak cerita. Semoga semangat berjuang cerita di atas bisa menjamur lebih banyak lagi untuk saudara kita yang berjuang mencari nafkah disana. Aamiin.

6 comments:

  1. Speechless. Isu dilematis yang tak akan hilang dengan mudah

    ReplyDelete
  2. Speechless. Isu dilematis yang tak akan hilang dengan mudah

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya kalo yg disini juga banyak sih kak. Intinya mereka gak tau ke depannya mau ngapain.

      Delete
  3. minggu pagi di victoria park seru banget,terharu gw sama drama kakak-ade di film itu.lola amaria emang genius.itu kan sejam lagi penuh sesak ya?emang mereka pada darimana?kok barengan gitu munculnya?

    ReplyDelete
    Replies
    1. wah gak ada dialog mereka dari mana Za, tapi karena itu hari minggu. Pasti waktunya untuk jalan-jalan atau nongkrong disana. Kalo yang jualan jilbab sih dari rumah majikannya.

      Delete
  4. itu belum ada apa2nya, hr minggu di motel yg tarifnya per jam banyak tkw dgn laki pakistan check in ( sori :seks bebas maksudnya ") , krn sy bicara bhs ind, mbaknya mgkn malu ato gmn , lngsng ngaciir dgn lakinya,.. , makanya bnyk cerita2 negatif ttg tkw,..sayangnya kenyataannya mmg begitu

    ReplyDelete