Sunday, October 7, 2012

Jakarta Culinary Festival 2012

Satu hari selang Food Ingredients Asia 2012 yang membuat saya hanya betah satu jam ternyata Tuhan menjawab mengapa saya harus stay di Jakarta. Mengingat saya harusnya melakukan proyek jalan-jalan ke Belitung tapi terjawablah sudah akhirnya. Hari Jumat, pagi harinya saya ke Tarakanita Sumarecon Serpong dahulu sebagai nutritionist dan setelah Shalat Jumat langsung menuju ke Grand Indonesia melihat Jakarta Culinary Festival.

Pagi harinya seorang teman men-tweet, dia datang Hari Kamis dan di dalam acaranya kita bisa mencoba banyak makanan dan melihat demo cooking. Malahan dia dikasih acar satu toples sama salah satu chef. Seketika saya langsung semangat berapi-api harus datang ke event tersebut. Mengingat harusnya kemarin setelah pulang dari Kemayoran mampir aja ke Grand Indonesia.
Dari Sumareccon saya langsung ke Grand Indonesia, tiba pukul 14.00 waktu Jakarta. Begitu masuk ke lokasi, para pengunjung diberikan secarik kertas schedule acara, buku, dan minuman. Kita dibebaskan masuk ke hall atau lounge manapun. Di setiap hall diadakan keseruan yang beragam. Ada cooking demonstration, cooking class, pameran makanan, book stall, coffee lab, wine tasting, cocktail tasting, dan berbagai macam lainnya.
 
Begitu saya masuk, di sebelah kanan saya ada sebuah ruangan kecil dengan seseorang yang sangat terkenal di kancah kulinari Indonesia yaitu Chef Vindex Tengker yang sedang mendemokan masakan di panggung. Karena masih buta ruangan, informasi, dan jadwal saya langsung tanya-tanya ke dalem. Ternyata ini adalah cooking class. Karena pingin banget buat nyobain saya tanya bagaimana caranya. Ternyata untuk registrasi hanya mencantumkan nama saja di form yang mereka miliki. Wah, belajar gratis sama profesional chef kapan lagi coba. Karena saya sudah telat di sesi chef Vindex jadi saya cuma lihat presentasi akhirnya saja. Beliau membuat main course dari ikan (spicy glazed baramundi with caramelized shallot) yang lembut banget ketika ada di mulut.



 Cooking class yang saya ikuti, diisi oleh seorang chef dari Tulip School, namanya Andy van den Broeck. Kali ini yang bakal kita coba adalah Belgium Hazelnut Truffle dan Mendian. Resep pertama yang kita buat adalah truffle. Kenapa namanya truffle? Truffle adalah jamur yang menjadi ikon bahan makanan mahal. Dimana chef-chef papan atas suka memakai ini. Harga per kilogramnya ada yang 1500 Australian Dollar. Truffle bisa dikembangbiakan namun hanya di daerah tertentu dengan menggunakan pohon truffle oak. Biasanya si 'petani' sudah mempunyai zona khusus tempat si truffle. Truffle tidak tumbuh di permukaan tanah, tetapi di dalam tanah. Jadi si petani menggunakan anjing untuk melacak keberadaan truffle tersebut dan kalau sudah ketemu digalilah tanahnya. Warna dari truffle sendiri biasanya hitam dengan bentuk yang tidak begitu cantik. Tetapi memberikan aroma dan rasa khusus untuk makanan yang telah dicampurkan. Saking mahal dan tersohornya bahan ini maka dari itu cokelat praline yang ada dielaborasi menjadi truffle chocolate. Dengan asumsi cokelat yang dijual bisa seenak, seterkenal, dan semahal jamur truffle.

Cooking class berjalan selama dua jam. Kami diajar bagaimana caranya membedakan compound chocolate dengan cokelat asli, mentemper cokelat hingga konsistensi yang sesuai, mem-piping cokelat ke cetakan, dan banyak lainnya. Ternyata membuat cokelat yang enak tidak dibutuhkan skill yang benar-benar expert. Tentunya latihan diperlukan. Tetapi kalau mau enak ya kembali bahannya juga harus enak dan berkelas. Truffle chocolate dan mendien yang kita buat kemudian dapat dibawa pulang sebagai kenang-kenangan. At last, kelas berjalan sangat menyenangkan saking banyaknya ilmu dan pengalaman yang bisa didapet. Kekurangan yang ada karena sempat terjadi kesalahan teknis di awal (kurangnya electricity extention) sehingga di akhir kita harus sedikit terburu-buru menyelesaikan sesi kelas cokelat ini.

 
How to piping truffle demonstration

Chef Chris Salans wtth Marinka
 Nah, tidak semua cooking class gratis. Ada beberapa yang memang dikenakan biaya untuk mendapatkan ilmunya. Tapi, jangan khawatir. Belajar tidak perlu langsung mencoba ditempat. Hall-hall yang ada membebaskan kita untuk keluar masuk dan belajar memasak dengan melihat, mendengarkan, serta mencatat resepnya. Dimana di akhir sesi, mereka akan mengeluarkan sampling yang telah dimasak para staff. Indahnya dunia ketika saya bisa mencoba makanan yang enak-enak dan bahan-bahan yang belum pernah saya makan sebelumnya. Seperti truffle, scallop. daging wagyu, kecombrang, kenari dijadikan sayuran, dan lainnya (Iri kaan?).
Menurut saya, Chef yang paling menarik demonya adalah Chris Salans dari Mozaik, Bali. Beliau sangat interaktif, sistematis, dan mudah dicerna sekali dalam menyampaikan presentasinya. Yang berbeda lagi, beliau mengajari bagaimana teknik memasak yang betul. Katanya kalau tekniknya benar, masak apapun pasti bisa. Ditambah yang mengejutkan lagi, di dalam restorannya, dia tidak menggunakan resep, tetapi menggunakan panca indra mulut dan perutnya hehe.. lucu ya. Katanya bahan-bahan di Indonesia tidak seragam, misal kadang Chris bisa mendapatkan rasa yang enak dengan satu kluwak, tetapi kalau tidak beruntung dia harus mencampurkan dengan lebih banyak kluwak yang ada.

FYI, Chris ini terkenal di dunia internasional karena bahan makanan lokal Indonesia. Pesan buat audience yang menonton adalah. "please export you local ingredient comodity to overseas". Sehingga negara-negara non-tropis bisa mengeksplor masakan Indonesia lebih mudah. 

 

  Selain itu, salah satu international chef yang ditunggu-tunggu juga adalah Sofia dan Isabella Bliss dari Australia. Duo sister ini benar-benar penuh setiap sesi masaknya. Karena mereka masih sekolah dan belum memiliki restoran, jadi yang membantu preparation adalah Ibunya sendiri. Logikanya dua orang yang memasak dalam satu kitchen lebih cepat untuk menyelesaikan masakannya, tetapi problem umum setiap chef yang tampil disini adalah dapur yang baru, belum akrabnya peletakkan alat, kesediaan alat, atau bahan masakan. Jadi kesan saya terhadap penampilan Bliss sister sedikit kerepotan waktu memasak, hehe kasian juga sih. Ditambah lagi, sempet tersirat dari omongan mereka kalau mereka membawa beberapa bahan dari australia tapi dicegat sama petugas bandara (bandara mana ya?). Hopefully untuk hari berikutnya mereka sudah mendapatkan feel dan experience yang lebih baik. Satu celotehan "unik" dari seorang Ibu-ibu dibelakang saya malah ngomentarin penampilan mereka yang kontras "Ih, kalo si ini dandan ya, pakai anting juga jadinya lebih repot dibanding satunya"... Yaa namanya juga ABG Bu, biarin aja laah..

Tahun depan rasanya wajib untuk datang lagi kesini, saya belum masuk ke kelas atau demonya Ibu Siska, William wongso, George Calombaris, Mario Batali, dan lainnya. Hopefully banyak chef atau expertise lainnya dateng taun depan. Kebayang kalau Gordon Ramsay demo atau ada competition masi ngamuk-ngamuk dan pakai F word gak ya?

Now, here is some pictures that i took in the event:


5 comments:

  1. huaaa ka andra..
    nyesel bgt yaa kyanya klo tau ad event kya gini tp g dateng

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya datanglah taun depan, uda ketiga kali gw juga baru sekali ini datengnya. Katanya tiap taun ada progres dan lebih baik lagi acaranya.

      Delete
  2. amiinn smoga bisa datang di thn depan :)

    ReplyDelete