Postingan sebelumnya: klik disini
Setelah saya menyimpan tas di loker kemudian saya masuk ke ruangan yang gelap. Situasinya mirip denganrumah kaca yang ada di dufan. Ternyata peserta pameran dibatasi, cukup hanya lima sampai enam orang. Saat itu saya bersama dua pasangan, satu berasal dari Atlanta dan satu lagi berasal dari Australia. Kami semua adalah turis.Untungnya, pameran ini menggunakan bahasa inggris, bukan kanton atau mandarin. Sudah gelap, mana bisa bahasa tarzan dipake di dalem.
Setelah saya menyimpan tas di loker kemudian saya masuk ke ruangan yang gelap. Situasinya mirip denganrumah kaca yang ada di dufan. Ternyata peserta pameran dibatasi, cukup hanya lima sampai enam orang. Saat itu saya bersama dua pasangan, satu berasal dari Atlanta dan satu lagi berasal dari Australia. Kami semua adalah turis.Untungnya, pameran ini menggunakan bahasa inggris, bukan kanton atau mandarin. Sudah gelap, mana bisa bahasa tarzan dipake di dalem.
Setelah masuk
beberapa langkah ke ruangan yang gelap telah berdiri sesosok pria. Raut wajahnya tidak bisa dilihat dengan jelas tampak hanya siluet hitam
Pria itu memperkenalkan dirinya. Namanya Henry, guide pameran kami di The Dialogue in the Dark. Pelafalan bahasa inggris Henry sangat jelas, suaranya renyah,
bahkan menimbulkan sosok pria yang sangat ramah (kalo judes males juga sih). Bahkan sebelumnya
saya mengira ras Henry adalah kaukasian, mengingat pameran ini tidak hanya ditampilkan
di Hong kong. Henry menyambut dan
berkenalan dengan masing masing dari kita sehingga proses komunikasi di dalam lebih lancar dan hangat.
Ada dua alat bantu yang hanya bisa kita gunakan di dalam yaitu sebuah tongkat dan indera pendengaran. Tongkat tersebut dinamakan 'the king' karena fungsinya yang sangat ideal bagi seorang tuna netra. 'The king' tidak boleh dipukul pukul atau dihentak hentakan pesan Henry. 'The king', digunakan dengan tangan kanan dan menyeretkan perlahan ke arah kanan dan ke kiri. Selama kita berada di dalam, kita harus mengikuti kemana arah suara Henry memanggil. Nanti dia akan mengecek dengan memanggil nama kita satu per satu. Jadi tidak ada pengunjung yang tertinggal di dalam.
Pada saat kita masuk ruang pertama, tangan kiri kami sudah menyentuh helaian daun. Bentuknya seperti daun tanaman palem. Selain itu, terdengar dari kejauhan suara burung dan gemercik air. Makin lama kita berjalan, tiba tiba terpegang sebuah pohon yang besar yang terketak di sebelah kanan. Pijakannya pun berubah dari keramik menjadi bebatuan kerikil. Sampai disitu Henri menanyakan dimanakah kira kira kita sekarang? Kebanyakan dari kami menjawab, "di hutan". Lalu Henry berkata, "ya betul, inilah hutan di kegelapan".
Lama pameran ini berjalan sekitar satu jam. Ruangan demi ruangan kami masuki akhirnya. Ada yang isinya sebuah feri, restoran, jalan raya, pasar, konser, hingga bar. Setiap kita memasukinya, Henry selalu berkata, inilah bagaimana rasanya berada di suatu tempat dalam kegelapan.
Ada dua alat bantu yang hanya bisa kita gunakan di dalam yaitu sebuah tongkat dan indera pendengaran. Tongkat tersebut dinamakan 'the king' karena fungsinya yang sangat ideal bagi seorang tuna netra. 'The king' tidak boleh dipukul pukul atau dihentak hentakan pesan Henry. 'The king', digunakan dengan tangan kanan dan menyeretkan perlahan ke arah kanan dan ke kiri. Selama kita berada di dalam, kita harus mengikuti kemana arah suara Henry memanggil. Nanti dia akan mengecek dengan memanggil nama kita satu per satu. Jadi tidak ada pengunjung yang tertinggal di dalam.
contoh the king |
Pada saat kita masuk ruang pertama, tangan kiri kami sudah menyentuh helaian daun. Bentuknya seperti daun tanaman palem. Selain itu, terdengar dari kejauhan suara burung dan gemercik air. Makin lama kita berjalan, tiba tiba terpegang sebuah pohon yang besar yang terketak di sebelah kanan. Pijakannya pun berubah dari keramik menjadi bebatuan kerikil. Sampai disitu Henri menanyakan dimanakah kira kira kita sekarang? Kebanyakan dari kami menjawab, "di hutan". Lalu Henry berkata, "ya betul, inilah hutan di kegelapan".
Lama pameran ini berjalan sekitar satu jam. Ruangan demi ruangan kami masuki akhirnya. Ada yang isinya sebuah feri, restoran, jalan raya, pasar, konser, hingga bar. Setiap kita memasukinya, Henry selalu berkata, inilah bagaimana rasanya berada di suatu tempat dalam kegelapan.
Bayangkan kalau tempat-tempat ini gelap selama kita hidup
Tempat yang paling menjemukkan bagi saya adalah di feri dan konser. Pada saat menaiki feri, kita hanya bisa mendengar suara mesin, bau laut, dan hembusan angin. Tidak ada pemandangan. Rasanya sangat sedih tidak bisa melihat betapa indahnya arsitektur bangunan Hong kong dari tepian laut. Kalau pada saat di konser, lebih membosankan lagi. Hanya ada bunyi bunyian saja. Duduk tanpa bisa melihat sang pemain musik. Di akhir kita harus menggunakan koin yang tadi diberikan di awal untuk membeli minum di bar. Saya waktu itu memesan lemon tea dengan harga 6 HKD. Karena saya tidak hafal struktur koin maka saya berikan semua dan meminta si bartender untuk memilihnya. Sambil kita minum di akhir ruangan, Henry menawarkan diri untuk ditanyai balik apa saja. Kebanyakan dari kami sangat mengapresiasi adanya pameran ini. Rasanya timbul empati yang tinggi untuk saudara kita yang tuna netra. Apakah anda tertarik? Ya, saya rasa anda harus mengunjunginya selain pergi ke disneyland atau belanja di Mong Kok hehe...
Pada saat saya pilang, ada yang sedang melakukan workshop (dengan bahasa kanton tentunya) |
No comments:
Post a Comment