Sunday, May 24, 2020

Work from Home

Kejadian Tahun 2019

Ya, semua orang pasti masih ingat dengan Pemilu 2019. Dimana di semua dunia maya atau realita, semua orang rela bergontok gontokkan membela sang calon pemimpin. Walaupun beberapa ahli berkata, "gontok gontokan lebih baik daripada acuh dan tidak peduli! Itu tandanya masyarakat masih punya power dan kemauan untuk memilih". Walau dimanapun menurut saya, pemilu tidak ada yang 100% bersih, segala macam taktik, usaha, dan uang pasti dengan serta merta dilakukan guna memenangkan pemimpin yang diimpi impikan. (Lah kenapa jadi serius gini ya, pengulangan kata gua jadi mirip narasinya Najwa Shihab).

Semua orang juga pasti masih inget kan, kalau di Jakarta sempat chaos, bentrok lagi besar besaran, antar mahasiswa, masyarakat dan polisi di beberapa titik. Beberapa masyarakat bahkan meninggal. Itu yang diberitakan oleh media.

Beberapa.

Nyatanya yang meninggal tanpa sebab waktu penghitungan voting tidak ada yang mengungkapkan satu per satu alasannya. Seperti ada sihir yang ghaib kala itu. Padahal sekarang era sudah digital dan banyak hal yang bisa dipertanyakan.

Mengenai chaos di Jakarta, sebagai karyawan yang mengabdi kepada perusahaan di pusat Kota Jakarta. Tentu kami sekantor sangat memerhatikan tentang update berita berita nya di media elektronik. Dimulai dari beberapa hotel melakukan lock down karena massa yang dikejar kejar polisi berhamburan menyelamatkan nyawanya. Atau moda transportasi seperti kereta dan Trans Jakarta yang menjadi sangat tidak kondusif. Belum lagi masjid masjid di sekitaran akses transportasi massal di sweeping.

Seperti layaknya masyarakat Indonesia yang santuy, saya pun juga mempunyai pengalaman serupa di kala itu. Hal itu dimulai setengah jam sebelum saya meninggalkan kantor. Seorang kolega dari perusahaan lama mengontak saya untuk menemaninya makan malam menjamu seorang Pangeran Bangkok.

Bukan. Bukan, Pangeran Bangkok seutuhnya. Pria yang saya maksud sedang tugas dinas beberapa pekan dan akan pulang keesokan harinya. Panggilah dia dengan Pangeran Sarawat. Mal, kolega saya yang mengajak menanyakan referensi tempat makan malam. Dengan spontan saya mengajaknya ke area Sabang yang tidak asing untuk masyarakat maupun expat atau lokal untuk menyantap kuliner. Sabang pun saya rekomendasi dan pilih karena letaknya cukup jauh dari Senayan yang menjadi titik pusat demonstrasi dan kerusuhan.

Makan malam tersebut dimulai dengan canda tawa. Dengan rute makan dimulai dengan sate, nasi padang, soto, dan diakhiri membeli oleh oleh rokok di sebuah warung kecil. Memang di tengah tengah kami makan malam, Pangeran Sarawat ditelepon Ibunya via Line dari Bangkok. Setelah menutup telepon tersebut, sang Pangeran bercerita bahwa dia baru saja berbohong, Tentu Sang Ibu khawatir jika Pangeran pergi keluar penginapan di masa masa genting. But you only live once, kata Sang Pangeran sambil cengengesan. Pangeran tidak ingin tugas dinasnya cuma dihabiskan di kamar dan tempat kerja. 

Jam sudah berlalu dari jam 19.00 menuju 21.30. Setelah selesai membeli rokok, Sang Pangeran pun menyudahkan jamuan makan malam ini. Dia harus bergegas kembali ke Penginapan untuk mengemas barang barangnya. Saya pun hendak menemani mereka pulang karena kebetulan rutenya sama , yaitu menggunakan moda kereta bawah tanah MRT 

Setelah jalan dari Sabang dan melewati Sarinah, kami kaget karena tercium bau yang menusuk hidung hingga ke tenggerokan. Tapi tidak ada satupun dari kami yang berbicara. Setelah kami turun tangga menuju stasiun Bundaran HI. Suasana hati makin tidak enak. Dan tepat ketika kami sudah memasuki gerbong kereta. Mal diberi tahu jika gerbang hotel tempat Pangeran sudah ditutup. Massa yang diusir dari Senayan dikejar kejar hingga menuju penginapan tersebut. Bahkan ironisnya, ada mobil di dekat kantor polisi yang dibakar. Seketika saya mau memikirkan alternatif untuk mencari taksi, pintu MRT pun sudah menutup.

Alamak

Tadinya saya berpikir malam ini akan ditutup dengan waving goodbye di stasiun tempat Pangeran dan Mal turun. Tapi sebagai orang yang bertanggung jawab (sok banget). Saya abaikan, Dan akhirnya merasa harus membantu mereka sampai hotel. Begitu keluar dari kereta dan tiba di lantai atas tempat gate kartu keluar. Beberapa orang mulai berseliweran menggunakan odol di bawah matanya. Perasaan mencekam semakin menjadi jadi.

Tidak ada pilihan lain, kami harus berjalan kaki menuju hotel tersebut. Menggunakan ojek online atau taksi bukan pilihan yang tepat karena dapat memisahkan gerombolan. Saya pun memilih rute sambil berdoa, semoga tidak terjadi apa apa pada nyawa kami.

Pihak Security stasiun lari pontang panting dan siap menutup gerbang utama. Mereka membawa gembok dan kuncinya. Sambil berkata kepada rekannya jika gerbangnya akan ditutup. Kami pun langsung menyeruak keluar stasiun berharap menghirup udara segarnya malam tetapi malam itu berbeda kawan. Napas menjadi sesak dan tenggorokan pun sakit. Sepertinya hembusan angin membawa gas tersebut jauh jauh kemari. Saya yang tidak pernah ada di barisan demonstrasi, malam itu menghirup cukup banyak gas yang disebut gas air mata. Tidak berbelit belit kami langsung jalan cepat menelusuri kacaunya Jalan Sudirman malam itu.

Kami melihat Bus Trans Jakarta mundur teratur menuju arah Bundaran HI menjauhi arah bundaran Semanggi. Beberapa anak muda yang tidak jelas membela siapa atau dibayar atau tidak, menghambur menyebrangi jalanan Sudirman dari mobil bak. Terkadang bau aroma gas air mata masih tercium. Sarawat menenangi kami semua jika ini bukanlah pengalaman pertama kalinya. Sebelumnya dia pernah merasakannya juga di Bangkok. Dia pun sesekali masih mengajak ngobrol seakann membuat kami supaya tidak makin panik.

Setelah masuk lewat gedung perkantoran melewati akses karyawan. Akhirnya Pangeran pun bisa tiba di gerbang hotel lewat akses pintu yang berbeda. Saya pun lega karena secara tidak langsung menyelamatkan Aset Negara Bangkok di moment tidak aman ini. Security penginapan menyarankan saya untuk tetap tinggal tapi saya abaikan. Karena gelombong kerusuhan tidak terlihat di jalan saya pulang ke MRT ataupun ke rumah. Alhamdulillah perjalanan ke rumah cukup lancar. Tidak ada kendala yang berpengaruh. Hanya saja beberapa Gate di Bendungan Hilir ditutup karena kondisi yang tidak kondusif.

Hari hari setelahnya peristiwa tersebut pun menyebabkan kami bekerja dari rumah tanpa persiapan yang cukup. Suatu hari satu kantor dipulangkan jam 14.00 siang. Tanpa cukupnya dokumen di kantor yang bisa dikerjakan di rumah. Kala itu, ada hari pun saya sempat bekerja di Mall walaupun tidak bisa makan karena berpuasa. Saya hanya memesan makanan dan melakukan transaksi take-away. Namun kejadian Work From Home kala itu bisa diprediksi kapan harus berakhir. Manusia yang menjadi penyebabnya bisa terlihat dan diabaikan. 

Kejadian Tahun 2020

Work from Home dengan tanda tanya. Tidak tahu kapan akan berakhir. Walau semua dokumen yang bisa dikerjakan di rumah sudah disiapkan jauh hari. Manajemen kantor sudah menyiapkan beribu rencana untuk menyelamatkan kantornya. Saya beruntung berada di keluarga yang berkecukupan. Tidak ada yang namanya berantem seketika semua orang berada di satu atap dalam waktu yang cukup lama. 

Pada awalnya manajemen memutuskan untuk Half Week Work From Home. Namun karena Gubernur menginstruksikan menutup perkantoran. Program Half Week dihentikan. Dan tibalah hingga hari ini saya bekerja dari rumah. Sekali saja ke kantor karena ada hal yang perlu didiskusikan secara serius dengan kolega kantor.

P.S: ditulis saat lebaran karena hari ini serasa lebih panjang dibandingkan ketika puasa.

2 comments:

  1. Pengalaman sama pangeran benar benar bikin deg degan, untungnya bisa tiba di hotelnya dengan selamat. Saya yakin itu menjadi salah satu malam yang tidak bisa dilupakan Sang Pangeran.

    Mohon maaf lahir batin Mas Andra

    ReplyDelete
    Replies
    1. Maaf lahir batin juga. Terimakasi uda diparengi tulisan saya yang gak seberapa ini.

      Delete