Sunday, February 19, 2017

Belajar Bahasa

Saya selalu kagum dengan orang yang menguasai lebih dari dua bahasa. biasa disebut dengan poliglot. Yang pasti bahasa ibu nomor satu dan bahasa inggris nomor dua. Kalau bahasa kalbu, itu lagunya titi dije. Nah, banyak sih orang yang memang bisa banyak berbahasa asing. Apalagi kalau yang namanya tuntutan karir, kuliah, atau memang nasibnya saja tinggal berpindah pindah ke luar negeri. 

Bahasa itu memang harus rajin rajin diasah. Kalau nggak, ya tumpul lagi. Saya pun lebih banyak menjadi passive untuk bahasa inggris, baik dalam hal reading dan listening. Kalau disuruh ngobrol, asalkan itu topiknya sehari hari, saya mungkin bisa menyesuaikan. Walau acap kali kadang nge-hank mikirin vocab apa yang harusnya keluar dari mulut. Beda cerita kalau selesai jalan jalan ke luar Indonesia. Mau tidak mau, setiap hari dipaksa keras untuk berbicara bahasa inggris. Akhirnya pas nyampe ke Indo, ngomongnya suka keluar bahasa inggris deh.

Hal itu gak cuma pas ke luar negeri sih. Pas kuliah di Bogor, beberapa orang bilang aksen sunda keluar dari lidah gua. Hmm... Jadi gua itu gampang banget ya terinfluence sama bahasa di sekitar. Kalau sekarang? Ya lancarnya berbahasa Indonesia yang baik dan kadang kadang gak baik juga sih. Hehe



Salah satu bahasa yang ingin saya dalami adalah Bahasa Jepang. Sayangnya, bahasa Negeri Sakura itu perlu dipahami dengan afal tulisannya yang berbeda dengan latin ataupun arab. Iye, umumnya orang orang kita bisalah baca tulisan arab. Dari step awal ke akhir, tulisan arab yang tadinya sendiri jadi disambung sambung. 


Nah berbeda kalau jepang, tulisan yang banyak menjadi simbol sesuai dengan bentuk yang kake nene moyangnya imajinasikan. Jadi, kebayangkan banyak sekali tulisan dan pelafalan yang harus diafal. Belum lagi, salah tarikan garis waktu menulis huruf, ketahuan dan bisa jadi lelucon. 

JRENG...


Inisiatif saya untuk belajar bahasa jepang, timbul di tahun 2014 akhir, ketika di satu mall bilangan jakarta selatan menawarkan saya untuk kursus berbagai macam bahasa. Konsepnya kita bisa datang setiap hari dan masuk ke kelas manapun yang kita mau. Disesuaikan dengan kemampuan berbahasa yang kita miliki dan ingin pelajari.

Nah, saat itu saya mengambil kelas Bahasa Inggris dan Jepang selama tiga bulan.

Di kelas Bahasa Jepang, yang disusun seperti tatami. Saya tidak mendapatkan banyak ilmu sih. Mungkin juga karena bukan prioritas. Sekarang saja, ilmunya sudah meluap. Hal yang berkesan? Apa ya? Hmm.. pernah ada satu sesi, pelajarannya menonton film seri jepang. Dan gua gak dapet pelajaran apa apa, selain inget kalo plot ceritanya ada keluarga miskin yang anaknya kerja keras sampe harus di karaoke buat sesama laki laki. End.

Beda lagi dengan kelas Bahasa Inggris. Dimana beberapa gurunya dipasang bule. Ada yang bule Amerika. Ada juga yang orang belanda, tapi dipaksa ngajar Bahasa Inggris. Dan dia sih menyanggupi aja. So far, bicara dengan expat di kelas itu menambah tingkat kepedean gua lho. Tapi kan memang topik yang dibahas gak serius serius banget ya, jadi bukan satu tantangan berat.

Nah yang menjadi tantangan adalah sesama murid yang ikut kelas Bahasa inIgris. Sebutlah dengan nama Pak Ibnu. Bapak bapak dengan usia 58 tahun yang semangat sekali ikut semua kelas bahasa inggris. Dan ketika berkenalan, dia adalah salah satu penulis buku motivator yang sudah keliling Indonesia. Wow, pikir gue saat berkenalan. Padahal awalnya gua kira, bapak ini sangat diam dan intimidating. Tetapi gua salah besar.


Tidak ada orang yang gak diajak ngobrol sama dia. Kalau lagi bagian telling the teacher abour your opinion. Dia akan senang sekali menjawab dengan bahasa inggris yang terbata bata. Kalau pas gurunya lokal, dia akan setengah indonesia dan setengah inggris. Gua sangat salut dengan tingkat confidence dia untuk selalu belajar. Terlebih teman sekelasnys paling tua mungkin usianya 30 an.

Tapi tidak ada rasa malu buat Pak Ibnu.

Namun, kadang di ujung ujung opini yang disampaikan Pak Ibnu, suka berakhir ngomongin politik. Entah sayap mana yang beliau pilih. Tapi kalau gurunya orang lokal, dia akan menjerumuskan sesi hari itu menjadi ajang dia cerita pengalaman dan gosip gosip dengan para anggora DPR atau BUMN. Gubrak.

Pak Ibnu ini udah terkenal dikalangan guru dan staff admin kelas bahasa. Sampai semua guru harus siap mental kalau ternya beliau ikut kelasnya. He talking too much, kata guru dari Amerika, waktu ngajar gua sendirian saar itu. Gua pun ketawa ketawa aja. 

Sebagai anak yang baik, gua sih ngeladenin aja apa yang dibilang sama Pak Ibnu. Malah akhirnya gua mengorek korek rahasia suksesnya dia menulis buku. Triknya menerbitkan buku supaya sukses dan bagaimana kisah hidupnya. Kalau beliau agak sulit mencerna pelajaran, juga gua bantu sedikit sedikit. 

Waktu berlalu hingga di bulan ke empat, gua memutuskan untuk berhenti belajar. Karena gua gak bisa dapat banyak hal di sekolah tersebut. Tapi koneksi dengan Pak Ibnu tetep gua jaga. Kali aja suatu kali nanti akan ada masanya membutuhkan.

Dua bulan berlalu

Gua baca artikel di suatu website, untuk menjadi sukses. Sisihkan uangmu untuk makan siang dengan orang yang posisinya lebih tinggi. Hal ini diperlukan dalam hal menyambung koneksi lebih dekat dan mengarah ke bisnis. Karena gua orangnya learning by doing, gua mau coba ke Pak Ibnu yang nomernya masih tersimpan di memori handphone.


Gw: Pak Ibnu apa kabar?
Pak Ibnu (PI) :  Baik

Gw: Masih belajar bahasa inggris
PI: Masih saya, Ini juga saya mau mulai belajar bahasa inggris di tempat lain lagi. Gratis. Dengan native speaker. Kamu mau ikut?
Gw: Oh gitu, dimana pak? *Tertarik
PI: Tempatnya belum tahu, tapi mereka missionaris dari negara x, nanti saya mau debat agama, jadi bla bla
Gw: ..... (Tutup telepon)

Sekian pertemenan gua dengan Pak Ibnu
Wassalam


No comments:

Post a Comment