Monday, March 14, 2016

Selayang pandang beribadah

Postingan kali ini adalah, selayang pandang pembicaraan kolega kerja di kantin saat makan siang. Waktu itu, entah kenapa tiba-tiba, tema ibadah dan agama yang dibahas. Saya kemudian ditanyai, apakah saya membaca Al-quran setiap hari. Karena saya tidak bisa dan tidak mau berbohong, maka saya jawab, diusahakan membaca setiap selesai subuh. Atau memelajari artinya dari surat surat pendek yang ada di Juz Amma.

Kemudian pertanyaan lanjutan dilontarkan lagi. Katanya, saya merasa bersalah tidak kalau melewati membaca Al-quran? Hmm… Sebenarnya ini sih adalah hal yang masih harus diperbaiki. Seringkali dalam membaca Al-quran, saya masih banyak bolong-bolongnya. Padahal Al-qur’an adalah pedoman hidup kita bukan? Jadi dibaca setiap hari itu adalah kewajiban.

Tapi kalau mau ngeless / menghindar ya bisa saja. Toh, setiap kali saya shalat. Pasti saya membaca surat surat di Al-qur’an. Tapi sekali lagi, buat apa berbohong?


Mengenai membaca Al-qur’an, pernah beberapa kali saya membaca suatu cerita mengenai manfaat dari Al-qur’an yaitu membersihkan diri. Singkat ceritanya, ada seseorang yang menanyakan apa fungsi membaca Al-qur’an jika kita tidak tahu apa maknanya? Tanya seorang murid kepada gurunya.

Kemudian si guru menyuruh sang murid untuk turun ke sungai membawa satu buah keranjang yang sangat kotor berisikan batu batu. Yang setelah sekian kali dan berhari-hari diperlakukan sama, akhirnya keranjang yang kotor tersebut menjadi bersih. Cerita ini bisa diibaratkan, hati kita seperti keranjang yang kotor tersebut.

Cerita ini memang sih cukup menggugah pertanyaan-pertanyaan kelas dangkal tapi menjawabnya berat. Akan tetapi ketika saya mendengarkan lirik lagu Opick ‘Tombo Ati’ yang mengatakan salah satu obat adalah membaca Quran dan maknanya. Saya kira, cerita tersebut tidak relevan.

Dari cerita-cerita di atas, hal ini menjadi masalah buat saya dan mungkin banyak orang. Seringkali saya dulu merasa shalat adalah hal yang cukup berat. Hingga akhirnya saya tahu, jika shalat adalah sarana komunikasi atau dialog antara manusia dengan pencipta. Dialog. Berarti adanya percakapan. Percakapan berarti adanya saling pemahaman apa yang dilakukan, diucapkan, dan diagungkan. Pertanyaannya, seberapa besar pemahaman saya tentang dialog ini.

Saya banyak memelajari pelajaran agama sewaktu di sekolah. Dari mulai Fiqih, Aqidah, Sejarah, dan Bahasa Arab. Setiap bulan Ramadhan ada tes membaca surat-surat pendek. Setiap kali naik tingkatan kelasnya, pasti jumlah hafalannya harus meningkat. Hal ini tentu memudahkan saya ketika dewasa cukup memiliki referensi banyak surat pendek jika shalat berjamaah atau tharawih. Tapi sekali lagi, apakah saya paham apa yang saya bacakan selama ini? Namanya saja surat. Surat yang ditujukkan kepada manusia dari penciptanya.



Alhasil seringkali saya melakukan shalat sambil membaca doa bak melayangkan mantra. Dengan harapan mantra tersebut akan membuat kita damai dan semua permintaan kita terkabul. Bahkan jika sedang tidak konsentrasi pun, sampai sekarang masih suka terjadi. Hingga jika saya membaca arti dari bacaan shalat, ternyata indah sekali. Misal ketika berada pada posisi duduk antara dua sujud. Permintaan untuk diampuni dosa, dikasihani, dicukupi, diberi kesehatan, dan diberikan rizqi. Seharusnya, dengan kita memahami apa bacaan shalat, dialog itu terjadi. Maka saya mencoba untuk memahami apa yang saya lakukan saat ini bukan semata hanya melakukan.

No comments:

Post a Comment