source: news.softpedia |
Malas dalam KBBI berarti tidak mau bekerja atau mengerjakan sesuatu. SIfat ini adalah sesuatu yang tidak baik. Dimana semenjak di sekolah dasar dimanapun, pasti diajarkan bahwa kita harus menghindari sifat ini. Dampak dari sifat ini adalah tidak produktifnya seseorang yang bisa berdampak ke kebodohan hingga kemiskinan. Kalau sudah miskin tapi bodoh, bagaimana dia bisa menghidupi dirinya sendiri?
Dalam dunia bekerja, sifat ini tak ucap muncul ke dalam kegiatan sehari harinya. Jujur, transparan, komitmen, tanggung jawab, integritas, dan tekun. Jika nomor satu hilang, maka gugurlah nilai yang lain. Tidaklah seseorang itu bisa berubah menjadi baik, kecuali dia jujur dahulu kepada diri sendirinya.
Misal, saya belum bisa mengerjakan soal perkalian. Kemudian saya berbohong kepada guru, jika saya sudah tahu tapi lupa waktu mengerjakan soal. Nah, dari sini saja, saya sudah tidak jujur kepada guru dan diri sendiri bukan? Ketidaktahuan bukanlah masalah gengsi. Yang salah adalah berbohong dan sok tahu akan segala sesuatu. Bahkan hal yang sifatnya sangat remeh temeh.
Saya banyak belajar dari beberapa orang yang sempat bekerja dengan saya. Mereka datang mendaftar kerja, dengan pendidikan terakhir SLTA dan tidak memiliki ketrampilan khusus. Ketrampilan yang saya maksud disini sekedar bisa bahasa inggris atau skill kasar lainnya. Namun pekerjaan yang akan mereka jalani bisa dilakukan asalkan mau mematuhi standar dan gesit.
Masalahnya, beberapa di antara mereka tidak cukup bersyukur dengan apa yang mereka miliki saat itu. Dengan kemampuan seadanya, bisa bekerja (walaupun sebagai pekerja kasar) di multinasional company, sudah bagus. Terlebih, bekerja saat ini tidak seperti memetikkan kedua jari. Seakan akan hari ini keluar kerja, besok bisa kerja di tempat lain atau membuka usaha sendiri.
Sifat malas yang umumnya mereka lakukan adalah karena pesimisnya mereka kepada masa depan. Ketika saya tanyai, mereka menyalahkan banyak hal. Apakah itu keadaan ekonomi mereka, pendidikan yang bisa mereka tempuh, cicilan, atau prospek tidak menduduki jabatan yang lebih baik di dalam pekerjaan. Seakan akan, mengabiskan 9 jam bekerja dalam sehari tanpa ada tujuanlah yang mereka lakukan sehari hari.
Entah kenapa saya merasa heran. Sebenarnya akar permasalahannya dimana ya? Apakah pondasi pendidikan dasar di sekolah kita yang salah? Kalaupun ada, apakah hanya bersifat teoritis di soal. Sehingga masyarakat kita tidak yakin betul bahwa bekerja keras pasti akan membuahkan sesuatu hal. Atau apakah tontonan dan contoh yang diberikan di tv, apakah itu hiburan atau berita tidak bisa memicu masyarakat kita untuk lebih tidak malas. Bahkan untuk memajukan mereka sendiri saja secara sustainable?
Pada akhirnya, banyak dari mereka yang jatuh berguguran di medan pekerjaan. Tidak disiplin, tidak mematuhi SOP, berbohong, hingga melakukan tindakan kriminal. Dan tidak sedikit juga lho, yang sudah memiliki tanggungan keluarga, tetapi masih berani melakukannya. Kalau hal ini saya temukan tidak hanya satu atau dua kasus, bearti ada jutaan kasus di luar sana yang serupa.
Beberapa minggu yang lalu, Ibu saya yang aktif di kegiatan sosial menceritakan salah satu anak yang akan mendapat beasiswa memiliki kondisi yang sangat memprihatinkan. Bapaknya sudah sakit sakitan, kakaknya bekerja sebagai prostitusi. Saya yang mendengarkan cukup merasa iba. Namun, beberapa minggu setelahnya, Ibu saya ngomel ngomel. Ketika saya tanya kenapa, jawabnya adalah si anak tersebut tidak kooperatif dengan yayasan yang akan membantu. Berkali kali dia absen untuk datang ke rumah yang menjadi contact person di daerah tersebut. Ketika ditanyai langsung, jawabannya tidak lain dan tidak bukan karena MALAS. Bulatlah keputusan Ibu saya mem-black list si anak ini.
Saya pun cekikikan ketawa mendengarnya. "Ya memang begitu Ma, realitanya yang ada". Jangan mengharapakan kalau pertolongan itu akan semuanya diterima dengan baik. Mungkin itu yang dinamakan ditutup hatinya di agama yang saya pelajari. After all, saya masih belum bisa berhenti berpikir, mengapa ya negara yang kaya ini harus memiliki banyak SDM yang malas?
No comments:
Post a Comment