Perjalanan travel religi dari Indonesia yang terkenal umumnya ada dua, yaitu umroh ke Mekkah bagi pemeluk agama Islam atau Jerusalem bagi umat Kristiani/Katolik. Travel dari indonesia umumnya melakukan trip umroh ke tiga kota, yaitu Jeddah, Madinnah, dan Mekkah. Rombongan saya waktu itu melakukannya ke Madinnah dahulu, baru ke Mekkah untuk melakukan Umrah.
Satu malam sebelum kita pergi ke Mekkah, dilakukanlah pengajian kecil setelah Isya untuk memperdalam makna umrah dan cara berihram ihram. Kami pun duduk berhamparan di kamar hotel untuk mendengarkan ceramah Pak Ustadz. Makna, tantangan, kewajiban, dan larangannya.
Pak Ustadz pun berkata "Sewaktu kita umrah, serahkanlah semua urusan kepada Allah swt, apapun yang terjadi. Baik atau buruk. Susah maupun kesulitan. Disitulah kita diuji sifat asli kita. Segala peraturan yang dibuat pada saat umrah, harus kita jalankan, apakah itu tidak boleh memakai wangi wangian, mencukur rambut, atau memotong kuku. Bahkan tidak memakai pakaian dalam untuk pria."
Pak Ustadz pun berkata "Sewaktu kita umrah, serahkanlah semua urusan kepada Allah swt, apapun yang terjadi. Baik atau buruk. Susah maupun kesulitan. Disitulah kita diuji sifat asli kita. Segala peraturan yang dibuat pada saat umrah, harus kita jalankan, apakah itu tidak boleh memakai wangi wangian, mencukur rambut, atau memotong kuku. Bahkan tidak memakai pakaian dalam untuk pria."
Dendanya jika kita melanggar adalah menyembelih satu ekor kambing . Pastinya kita tidak ada yang ingin dong! Karena sudah pasti akan merepotkan Pak Ustadz dan jamaah lainnya. Saya pun mangut mangut dan mematrikan materi ini di dalam hati dan pikiran. "Jangan sampai gua sendiri nih yang khilaf gara gara banyak dosa di Indonesia".
Pengajian malam itu ditutup dengan doa bersama dan briefing untuk keberangkatan besok hari sebelum kembali ke kamar masing masing,
Akhirnya tibalah hari kami harus meninggalkan Madinnah. Rasanya sedih sekali meninggalkan tempat yang sangat nyaman untuk beribadah karena saya merasakan, "ini toh yang namanya wisata religi".
Kami pergi meninggalkan Madinnah setelah Jumatan menggunakan Bus. Semakin jauh dari Madinnah, sepertinya semua jamaah di dalam bus bergumam dalam hati. "Bisa tidak yaa, kita kembali kesini kembali?".
Kami ditunjukkan beberapa bagian Madinnah dan beberapa cerita sahabat sahabat Nabi. Kemudian, Pak Ustadz pun memulai untuk memimpin bacaan dzikir yang ada di buku panduan umroh. Dari banyaknya doa dan dzikir, ada satu dzikiran yang beliau ingin kami semua hafal, yaitu dzikir untuk menguatkan iman. Sudah kodratnya kalau iman itu pasti akan naik turun. Jadi salah satu penangkalnya adalah membaca dzikiran ini, Insya Allah iman kita dikuatkan selalu oleh Allah swt. Bacaannya seperti ini,
ALLAHUMMA A’INNI ‘ALA DZIKRIKA WA SYUKRIKA WA HUSNI ‘IBADATIK [Ya Allah, tolonglah aku agar selalu berdzikir/mengingat-Mu, bersyukur pada-Mu, dan memperbagus ibadah pada-Mu].” (HR. Abu Daud dan Ahmad, shahih)
Satu per satu jamaah didatangi lho, beneran! Pokoknya harus hafal di dalam kepala. Alhamdulillahnya saya lulus tes, hehe.
Sebelum sampai ke Mekkah, kami mengambil miqat dulu, yaitu tempat dimana jamaat mengambil niat untuk umrah. Karena kami sudah berihram dari hotel di Madinnah, maka tidak berlama lama disana, hanya shalat dua rakaat saja. Karena saya pernah disekolahkan di sekolah islam dulu, kali ini bukan pertama kalinya saya mengenakan ihram.
Walaupun begitu, saya masih tidak bisa akur hanya dengan menggunakan dua lilitan kain yang tidak dijahit. Bukan perasaan tidak nyaman, lebih ke arah tidak aman. Saya merasa ngeri kalau kainnya copot karena gerak saya sewaktu jalan, maupun shalat. Beberapa teman satu jamaah memberi saya peniti oranye yang besar supaya 'aman' katanya. Tapi... saya pun masih pesimis kalau akan copot nantinya.
Sebelum sampai ke Mekkah, kami mengambil miqat dulu, yaitu tempat dimana jamaat mengambil niat untuk umrah. Karena kami sudah berihram dari hotel di Madinnah, maka tidak berlama lama disana, hanya shalat dua rakaat saja. Karena saya pernah disekolahkan di sekolah islam dulu, kali ini bukan pertama kalinya saya mengenakan ihram.
Walaupun begitu, saya masih tidak bisa akur hanya dengan menggunakan dua lilitan kain yang tidak dijahit. Bukan perasaan tidak nyaman, lebih ke arah tidak aman. Saya merasa ngeri kalau kainnya copot karena gerak saya sewaktu jalan, maupun shalat. Beberapa teman satu jamaah memberi saya peniti oranye yang besar supaya 'aman' katanya. Tapi... saya pun masih pesimis kalau akan copot nantinya.
Kami pun melanjutkan perjalanan kembali ke kota Mekkah. Dari jendela bus, saya hanya melihat ada hamparan tanah dan pasir yang luas sekali dengan gunung bebatuan. Terkadang ada beberapa bangunan, menara, dan sedikit sekali pepohonan dengan daun yang minim. Sore itu, angin kencang sekali. Bus yang besar terkadang tergoncang goncang saking besarnya tenaga angin. Padahal bukan supirnya yang menyetir ugal ugalan,
Saking monotonnya pemandangan, saya pun jadi bengong. Jika biasanya mendengarkan musik lewat handphone, saya mencoba puasa dahulu. Selama perjalanan, Kemudian Pak Ustadz melantunkan lafal 'Labaikallah humma labaik' dan dzikiran lainnya berulang kali, yang berujung saya ternina bobo :(. Hingga haripun sudah berganti gelap dan malam hari pun tiba. Tiba tiba, saya terbangun dan ketika saya membuka mata, Kami pun sudah tiba ke kota kelahiran Rasulullah saw. Mekkah.
Mekkah saat itu dipenuhi dengan crane berwarna merah disekelilingnya. Pembangunan perluasan yang tiada henti untuk menampung jamaah, khususnya ketika haji. Ketika turun dari bus menuju hotel, saya pun merasakan disorientasi mengenai kota ini.
"Eh, itu Masjidil Haramnya sudah bisa ketebak, tapi hotel ini dimananya ya?" Pikir pikir saya.
Kami masuk ke hotel yang berada di pinggiran jalan raya sambil menenteng bawaan masing masing.
Di hotel kami menyimpan barang di kamar dan kembali makan. Pak Ustadz kembali mengungatkan supaya tidak menggunakan sabun setelah buang hajat atau melepaskan mukena untuk perempuan agar tidak membayar dam.
Malam itu sudah jam 21.00, Alhamdulillahnya pihak hotel masih membuka restorannya untuk kami. Seselesainya kami makan malam, secukupnya saatnya kami dibawa menuju masjidil haram. Dari dalam hotel, kami menyadari jika hotel ini tepat berada di ring 1 masjidil haram. Alhamdulillah, jarak dari hotel tidak begitu jauh. Kami pun berrombongan menuruni hotel ke pelataran luar masjid.
Begitu kami sampai di pelataran, angin malam berhembus kencang. Kira kira, malam itu sudah pukul 23.00. Brr dingin sekali rasanya. Inilah yang dinamakan negara subtropik berarti. Siangnya sangat panas, tetapi malamnya sangat dingin. DI pelataran, saya pun melihat sekeliling kompleks masjidil haram, bisa saya lihat zam zam tower, menara berlampu hijau dengan jam seperti big ben dan gedung tinggi yang lain. Ini yang benar benar namanya dream comes true.
Begitu kami sampai di pelataran, angin malam berhembus kencang. Kira kira, malam itu sudah pukul 23.00. Brr dingin sekali rasanya. Inilah yang dinamakan negara subtropik berarti. Siangnya sangat panas, tetapi malamnya sangat dingin. DI pelataran, saya pun melihat sekeliling kompleks masjidil haram, bisa saya lihat zam zam tower, menara berlampu hijau dengan jam seperti big ben dan gedung tinggi yang lain. Ini yang benar benar namanya dream comes true.
Satu hal yang selalu diingatkan Pak Ustadz selama kita keluar dari restoran adalah cara kembali ke kamar masing masing. Saking banyaknya hotel di satu gedung, kalau kamu salah masuk lorong saja, bisa berbeda hotelnya. Terlebih tulisan yang mendominasi adalah bahasa arab dan tidak banyak pegawai yang bisa berbahasa inggris. Begitupun ketika kami ada di pelataran masjid, diberitahu secara rinci jalan untuk kembali masuk ke pintu hotel. Kamipun menghafalkan masing masing agar tidak tersesat.
Gerbang nomor 19 adalah pintu masuk Masjidil Haram yang kami masuki. Kami mencari celah untuk melakukan shalat maghrib dan isya secara berjamaah sebelum melakukan thawaf. Ketika shalat, hati saya sudah bergemuruh untuk melihat ka'bah dengan mata kepala saya sendiri. Sebuah poros dunia, tempat umat islam menujukan shalatnya.
Setelah shalat selesai dilakukan, formasi melakukan umrah pun dibahas. Para laki laki akan mengawal yang perempuan muhrimnya. Dan jamaah yang paling senior akan berada di baris depan. Karena Budhe saya adalah yang senior jadi saya deh yang paling depan.
Setelah shalat selesai dilakukan, formasi melakukan umrah pun dibahas. Para laki laki akan mengawal yang perempuan muhrimnya. Dan jamaah yang paling senior akan berada di baris depan. Karena Budhe saya adalah yang senior jadi saya deh yang paling depan.
Kami pun berdiri dan bergegas keluar menuju ke pelataran ka'bah untuk melakukan thawaf. Menurut informasi dan siaran tv dari hotel, malam itu terbilang normal untuk ukuran banyaknya orang yang melakukan thawaf. Kebanyakan mereka juga bergerombol dengan masing masing ustadznya dengan simbol negaranya masing masing. Sehingga jika terpencar, diharapkan mudah mencarinya.
Begitu keluar menuju pelataran ka'bah hati saya merinding sejadi jadinya. Ratusan orang berputar melafazkan asma Allah tiada henti. Energi itu bisa saya rasakan sangat kuat. Seperti mengumpul menjadi sumber kekuatan yang sangat kuat. Seperti yang dijanjikam Allah, bahwa Ka'bah akan dilindungi keberadaanya sampai hari pembalasan nanti.
hilang sewaktu umrah (2) nya ditunggu banget kak..
ReplyDeletebtw, udah bagi2 dzikir penguat iman :))))
Lanjut dra mantab banget kisah lu, gw bisa belajar banyak sebelum umroh
ReplyDelete