Saya tumbuh di era 90-an. Saat itu tidak hanya sekolah dan keluarga yang memproklamatir pentingnya bercita cita. Tapi, lagu anak-anak seperti Suzan dan Ria Enez, kemudian juga ada Joshua membuat gambaran anak anak untuk bisa lebih berkhayal tentangnya di masa depan. Entah kenapa sewaktu kita kecil, impian yang dipupuk hanya berkisar dalam hal keprofesian.
Misal, Suzan yang kepingin jadi dokter. Joshua yang pingin jadi insinyur supaya bisa buat pesawat terbang. Dan ternyata playgroup saya pun juga begitu mengajarkannya. Waktu saya ada job di playgroup saya di bulan April, mereka sedang mementaskan perayaan Hari Ibu Kartini dimana murid-muridnya didandani layaknya profesi cita-cita mereka. Lucu deh, ada yang pakai seragam bola, baju nelayan, polisi, perawat, dokter, dan lainnya.
Lalu saya termenung, adakah yang impiannya benar-benar sama sampai terwujud gak ya?
Karena lucunya pada waktu kita tumbuh dewasa, mulailah segala informasi tentang plus minus cita cita tadi kita ketahui. Banyak yang akhirnya berganti atau gugur. Sayapun juga begitu lho. Misal, si anak tadi ingin menjadi perawat. Sewaktu masa SMA akan berakhir, dia mendapat informasi, perawat itu mesti kerja secara shift, ngelewatin kamar mayat, mandiin orang lain, bersihin luka orang lain, dan pekerjaan lainnya. Dan anak tersebut merasa, "bukan gue banget". kemudian dia beralih cita citanya.
Atau ada juga yang berpindah alih cita cita karena dorongan orangtuanya. Menurut si emak atau bapak yang melihat kemampuan anaknya, nanti dia akan diarahkan sesuai dengan talenta masing masing. Kalau ini sih, oke punya banget.
Tapi kasihan juga kalau cerminan orangtuanya adalah orang lain yang lebih sukses dan bisa mengangkat derajat keluarganya, namun tidak sesuai dengan keinginan si anak. Misal, si ibu pingin banget anaknya sukses seperti anak temannya yang sukses menjadi dokter. Anaknya si Ibu dengan sedikit terpaksa ya mengikuti kemauan ibunya. Toh, uang kuliah belum bisa dicari senditi.
Disinilah saya mau sedikit sharing dan memberikan sedikit pendapat. Menurut saya seharusnya cita cita yang ditanamkan sejak kita kecil jangan hanya berputar disekitar profesi. Semisalkan sewaktu kecil pasti ada suatu barang yang diinginkan dimana kita belum pasti bisa beli sendiri. Atau bisa juga diarahkan ke kegiatan sosial, misalnya berbgai kasih kepada kaum dhuafa pada saat hari raya datang dengan kegiatan favorit atau makanan favoritnya.
Karena sesungguhnya berbagi kebahagiaan adalah hal yang paling indah menurut saya. Dimana kita bisa memiliki individu yang bisa diajak untuk meluapkan emosi kita pada saat bahagia itu tiba.
***
Andrea hirata menuliskan bahwa untuk terus bermimpi karena impian kita akan dipeluk oleh tuhan. Film film animasi dan komik jepang banyak mengajarkan saya untuk tidak menyerah menggapai impian yang kita inginkan.
Banyak metode untuk memaparkan impian, Ada yang ditulis pada sebuah
kertas lalu ditempel di tembok. Ada yang dibuat pada sebuah kartu lalu
disimpan di dompet. Dan lain-lainnya.
Ibu saya mengajari untuk menuliskan 100 impian dalam sebuah buku, menempelkan foto, dan menulis kapan impian tersebut akan dicapai.
Kebanyakan yang saya tulis di buku tersebut berkisar tentang jalan-jalan. Sisanya adalah benda benda gadget. Jarang sekali saya membuka buka buku tersebut.
Baru baru saja saya membukanya kembali dan saya pun takjub. Beberapa tulisan yang ada di buku tersebut benar benar terjadi. DI buku tersebut saya menuliskan ingin berenang di waterboom karena saya belum pernah. Tidak disangka imipian tersebut dikabulkan dan sayapun lupa kalau pernah memimpikan hal ini.
Begitu juga dengan trip saya ke Belitung dan Way Kambas. Ternyata saya menuliskan dua tempat in sebagai kedua lokasi wisata yang ingin saya kunjungi. Kekaguman saya lagi muncul ketika gambar yang saya tempel ternyata persis dengan foto yang saya ambil. Dalam hati saya bersyukur,
Lembaran demi lembaran saya bolak balik berharap ada lagi tulisan yang sudah dikabulkan. Ternyata masih akan ada lagi impian yang nantinya pasti terwujud. Selama kita percaya bahwa kita berhak memperolehnya.
Selamat meraih impian
No comments:
Post a Comment