Wednesday, May 15, 2013

Nostalgila: KL running to the petronas

Salah satu buku yang baru saja saya beli dan habiskan baca dalam dua hari adalah "Haram Keliling Dunia". Salah satu buku travelling yang memiliki keunikan tersendiri karena terkabulnya impian tersebut dimulai dari naik haji dan berdoa di Masjidil Haram. Enefwe, sang penulis, berperawakan kecil, berkerudung, dan kuliah di FKM UI untuk mengambil gelar sarjana. Dari perawakannya pada saat membaca sepertinya ada kesamaan terhadap seseorang yang saya pernah temui. Lama berpikir tapi tidak ketemu orangnya.

Eh, benar saja, ternyata di belakang bukunya, ada seseorang dosen UIN yang menjadi sahabat si penulis yang menorehkan komentar untuk buku ini. Saya memanggilnya Mbak Nuning. Mbak Nuning memiliki perawakan dan banyak hal yang sama dengan Enefwe pada saat saya membaca bukunya. Pantas saja ada energi yang sama pada saat saya mendalami karakter penulis dengan Mbak Nuning. Ternyata sahabatan toh.


Suatu pengalaman yang unik ketika saya pergi ke Kuala Lumpur tahun itu. Saya diajak oleh Budhe yang mengikuti konferensi kedokteran di KLCC. Sedangkan saya harus jalan jalan sendiri mandiri berbekal bahasa inggris dari tv kabel dan kursus LIA untuk jalan-jalan. Nah karena masih tergolong amatiran, buka internet cuma buat friendster aja, Ibu saya mencoba menghubungi Mbak Nuning yang sedang kuliah S2 di Malaysia. Mbak Nuning sendiri adalah anak dari sahabat ibu saya di kantor. Jadi minta tolong titip sih bahasa kasarnya.

Jalan jalan seharian dengan Mbak Nuning di KL ternyata merupakan hiburan yang sangat menyenangkan buatnya. Karena, si Mbak Nuning sendiri belum pernah keliling kalau hari itu saya gak ngajak. Gubrak... Jadi kita sama sama berpetualang pertama kali.

Rute kita hari itu adalah mengunjungi Pasar Seni Malaysia, Butterfly Park, lalu sorenya menikmati panorama Kuala Lumpur dari menara kembar Petronas. Dulu untuk naik ke petronas tower, pagi buta harus mengantri di loket sebelum buka. Makin siang antriannya makin panjang. Pengunjung tidak dikenakan biaya untuk menikmati panorama dari ketinggian ini. Tidak ada batasan tiket maksimal yang bisa diambil. Pengambilan tiketnya per shiftnya adalah tiap jam. Saat itu saya mengambil waktu sore dengan empat tiket, mungkin saja Bude saya bisa ikut setelah selesai dari konferensi.

Saya bertemu dengan Mbak Nuning di KLCC. Di awal Mbak Nuning sudah minta tolong difoto di taman dengan latar belakang Petronas Tower.

"Biar aku ada bukti otentiknya kalau kuliah di Malaysia hehe"

Setelah sesi foto selesai, saya diajak untuk pergi ke Pasar Seni. Karena saya ingin membeli buah tangan untuk orang rumah. Ternyata pasar tersebut tidak jauh berbeda dengan yang ada di Jakarta. Begitupun barangnya. Entah apa yang dijual kalau kesana saat ini. Flow pengunjungnya pun tidak rame rame banget.

Bosen dari situ, akhirnya kami melanjutkan perjalanan ke Butterfly Park dengan taksi karena tempatnya agak jauh. Sesampainya disana, taman yang ada tidak semenarik dengan ilustrasi yang ada di brosur (saat itu saya tidak bisa memercayai lagi keaslian gambar brosur kecuali dengan browsing di internet). Jenis kupu kupu yang ada gak jauh berbeda dengan yang ada di kebun rumah pas saya kecil. Disana kita ketawa ketawa dan membuat foto seadanya aja.

Bingung masih banyak waktu sampe sore, supir taksi yang kita tumpangi menawarkan diri untuk mengantarkan ke Putra Jaya. Lokasi pemerintahan Malaysia yang baru dengan tarif yang terjangkau. Karena kita yang lugu dan lucu (padahal gak punya ide lagi), PLUS tarifnya worth it, akhirnya kita menyetujui untuk pergi ke sana. Perjalanan cukup jauh hingga kampus Mbak Nuning bisa kelewatan saat itu.

Disana kondisinya matahari sedang terik teriknya. Kami diajak ke mesjid untuk shalat dzuhur. Mesjidnya sangat besar dan dikelilingi sungai yang entah buatan atau asli. Pengunjung yang tidak memakai baju dengan ketentuan syariat islam disediakan jubah pink untuk menutupinya (kenapa juga mesti pink yah?).

Selesai shalat, kita berkeliling sungai dengan boat yang ada disana. Tidak banyak yang bisa dibilang unik menurut saya. Mungkin karena bangunannya baru dan kurang memiliki nilai sejarah. Kalaupun baru arsitekturnya tidak terlalu memikat hati saya saat itu. Perjalanan keliling sungai tidak terlalu lama.

Akhirnya kami sudah duduk lagi di taksi. Dan kaget begitu melihat jam. Waduh, sudah jam setengah tiga. Itu tandanya kami harus buru buru untuk bisa naik ke Twin Tower. Si supir taksinya pun ikut panik sampe ngebut juga pas di jalan tol. Saya sih gak apa apa kalau hari ini kelewatan, toh besok pagi saya masih bisa ngantri dan naik yang jam 10. Tapi Mbak Nuning mesti cari waktu lain dengan teman yang memang mau diajak kesini.

Singkatnya kami cuma punya 10 menit sewaktu menginjakan kaki di depan Mall KLCC. Bak seperti ikut acara Amazing Race, kita lari larian di dalam emol. Nyelip nyelip di eskalator sambil bilang excuse me. Pokoknya gak telat adalah salah satu impian yang harus tercapai. Cukup panjang pelarian yang kita lakukan hingga akhirnya kita tepat sampai ke loket masuk elevator petronas. Just in time. Kalau diingat ingat lagi sih rada malu ya. Untuk ras kita masih sama jadi orang gak bisa ngejudge kita orang Indonesia waktu itu yang grudak gruduk di mall hehe (peace).

 Kami diberikan tanda pengenal berupa kartu yang dikalungkan sebagai peserta pada jam tersebut. Dan akhirnya kami sampai di elevator yang naik dengan kecepatan entah berapa cepatnya. Hingga akhirnya kami sampai di.... Jembatan petronas. Yak, kita gak ada di puncak paling tinggi menaranya. Kita cuma sampai di jembatannya aja. Rada kecewa begitu tahu,,, Tapi yang penting udah pernah masuk ke menara ini. Kaca di jembatan ini cukup gelap jadi untuk melakukan foto kurang baik. Walau kalau dibandingkan tokyo tower lebih mending ini karena gak ada jala jalanya. Sesampainya kita puas menikmati dari jembatan, di lantai dasar terdapat science display dari menara petronas. Seperti bagaimana cara kerja penangkal petir, games desain arsitektur menaranya, dan hal menarik lainnya.

Begitulah nostalgila yang saya masih ingat kala itu. Kalau sekarang mau travelling ya mesti google dulu hehe. Satu pelajaran yang saya buktikan lagi. Pelajaran yang paling berharga bukanlah teori tetapi pengalaman. Yes, the Einstein proverb is proven.

2 comments:

  1. Heiii makasih ya sudah membaca Haram Keliling Dunia, sudah membuat tulisan ini juga, dan saya menikmatinya :)

    Ratri a.k.a Nuning is one of my best friends! Love her!

    Salam haram,
    @enefwe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehe.. thanks uda nyempetin kirim komennya. Ditunggu juga petualangan2 lainnya. Semoga tulisan2 saya yg lain juga mmberi manfaat buat mbak enefwe.

      Delete