Hari dimana pengguna jalan tol lingkar luar memaki maki di social media karena macet, saya malah melenggang kangkung ke Kota Tua menggunakan Trans Jakarta. Saya penasaran banget sama perubahan apa yang ada. Karena media massa tampaknya giat sekali ikut mempromosikan daerah wisata ini. Sesampainya di Halte tujuan, saya langsung melesat ke arah museum fatahillah dan museum Bank Indonesia.
Karena situasi biologis, saya mampir dulu ke toilet yang ada di underground menuju TKP. Bah.. Toiletnya parah abis, udah disuruh nyumbang biaya kebersihan tapi keran wastafel aja gak ada. Padahal masyarakat pasti mengharapkan dengan bayar kondisinya semakin terawat. Kondisi diperkumuh dengan adanya gelandangan yang tidur-tiduran di area tersebut.
Karena situasi biologis, saya mampir dulu ke toilet yang ada di underground menuju TKP. Bah.. Toiletnya parah abis, udah disuruh nyumbang biaya kebersihan tapi keran wastafel aja gak ada. Padahal masyarakat pasti mengharapkan dengan bayar kondisinya semakin terawat. Kondisi diperkumuh dengan adanya gelandangan yang tidur-tiduran di area tersebut.
Oke, akhirnya saya tiba di depan Museum Bank Indonesia yang terletak di sebelah Bank Mandiri. Empat tahun silam saya sudah pernah kalau ke Bank Mandiri, jadi sekarang saatnya giliran museum Bank Indonesia. Untuk masuk ke museum ini, kita sama sekali tidak dikenakan biaya. Pas banget buat kalian yang mau berhemat.
Setelah kita masuk ke dalam, kamu dapat melihat pemandangan teller yang ditutupi oleh tralis berisikan dua televisi. Tampilannya adalah video seorang wanita berbaju betawi yang menjelaskan tata tertib selama di museum, lokasi penitipan barang, dan cara mengambil karcis. Dua tv tersebut menjelaskan dengan bahasa indonesia dan satu lagi bahasa Inggris.
Sesampainya di dalam, ternyata hanya saya sendiri yang masuk. Padahal tadinya, seisi museum dipenuhi rombongan anak-anak SD. Saking sepi dan gelap, saya sempet merinding, Tahu senditi, kalau museum itu identik dengan sepi spooky dan klenik. Tapi banyaknya video, ac yang nyaman, serta lighting dan peletakan informasi yang oke banget finally menjauhkan saya dari pikiran parno tadi.
Di awal kita masuk museum ini, kita dikasitahu mengenai sejarah kenapa Indonesia dijajah dengan melimpahnya rempah-rempah. Terus kita diajak masuk ke zaman penjajahan dimana para bule bule itu akhirnya ngebuat bank. Tidak lupa juga kita dikasih tahu mengenai sejarah ekonomi di Indonesia dari Kasus Gunting Sjarifudin dimana uang sampe digunting karena ada pemotongan kurs mata uang, adanya konflik dimana Indonesia punya beberapa mata uang, pemberlakuan kriling, peresmian Bank Indonesia jadi Bank Sentral, hingga sejarah terjadinya krisis moneter yang finally bikin saya manggut manggut sekarang.
Overall, ilustrasinya kereen banget yang bisa kamu lihat didisplay, kamu gak cuma disuruh baca tulisan yang kecil kecil dan membosankan. Salah satunya bisa dilihat di video yang saya attached di bawah ini.
Di awal kita masuk museum ini, kita dikasitahu mengenai sejarah kenapa Indonesia dijajah dengan melimpahnya rempah-rempah. Terus kita diajak masuk ke zaman penjajahan dimana para bule bule itu akhirnya ngebuat bank. Tidak lupa juga kita dikasih tahu mengenai sejarah ekonomi di Indonesia dari Kasus Gunting Sjarifudin dimana uang sampe digunting karena ada pemotongan kurs mata uang, adanya konflik dimana Indonesia punya beberapa mata uang, pemberlakuan kriling, peresmian Bank Indonesia jadi Bank Sentral, hingga sejarah terjadinya krisis moneter yang finally bikin saya manggut manggut sekarang.
Overall, ilustrasinya kereen banget yang bisa kamu lihat didisplay, kamu gak cuma disuruh baca tulisan yang kecil kecil dan membosankan. Salah satunya bisa dilihat di video yang saya attached di bawah ini.
Nah video di atas adalah ilustrasi yang kamu bisa lihat di akhir museum. Jadi katanya waktu tahun 1997, 24 jam telepon di Bank Indonesia selalu berdering, Para Bank pada minta bantuan supaya bank-nya bisa ngecairin dana yang ada. Diorama yang ada di ruangan itu seru banget intinya. Nah disitu juga dijelasin yang namanya alesan dikeluarinnya BLBI yang sampe sekarang belom tau masalahnya selese apa nggak.
Kesimpulannya, museum ini berbeda sama museum Bank Mandiri yang lebih menceritakan properti, disini juga ada display mengenai mata uang yang pernah beredar, ada ruangan contoh emas batangan (bahkan bisa coba megang dan ngangkat). Saya mengklaim museum ini untuk dicontoh museum lainnya (siapa gue?)
Setelah dari museum BI, saya pergi ke toko merah. Eh ternyata belum resmi dibuka jadi sayacuma masuk lihat dalamnya sedikit dan foto bagian luarya saja. Kalo udah dibuka biaya masuknya 10.000 rupiah. Saran buat pemkot. mending dibuat jembatan yang antik untuk nyebrang ke tempat ini. Kasian
Kalo orang mesti keujung jalan muter hehe.
Tujuan akhir adalah ke museum wayang dan fatahillah. Overall kedua museum tersebut menurut saya masih kurang menarik. Di dalamnya kurang banyak informasi yang saya dapatkan walaupun dengan banyak sekali koleksi. Walaupun museum fatahillah sudah banyak menampilkan ruangan dengan sejarah fatahillah, sejarah yang lainnya, mungkin tata cahayanya agak kurang. Terlebih ruangan di lantai dua yang menampilkan contoh ruangan kerja, ruang tidur dari masa ke masa. Agak spooky dan terkesan seperti kurang terawat. Mungkin kalau ada interior desainer bisa merombak sedikit bagaimana supaya bisa lebih dinikmati tanpa merubah rubah bentuk aslinya.
Pemandangan dari jendela fatahillah |
No comments:
Post a Comment