Friday, August 31, 2012

Kenal budaya Betawi?

Jakarta, kota yang bersuku Betawi. Dalam bahasa Belanda disebut Batavi. Sempat waktu saya duduk di Sekolah Dasar, saya tidak mengetahui suku asal dari Kota Kelahiran sendiri. Buat saya, yang melekat dari Jakarta dan mengindonesia adalah bahasa sehari-harinya yaitu 'gua dan elu' dengan adanya film dono kasino indro atau si Doel anak sekolahan (generasi 90's banget). Selain itu, yang mudah dicari adalah kontes Abang None yang melahirkan banyak pemain film atau presenter setelah mengikuti ajang ini. The rest? saya belum tahu?

Saking banyaknya kesenian di Indonesia dan sewaktu di Sekolah belajarnya Pendidikan Lingkungan Jakarta, rata-rata orang banyak yang memandang sebelah mata kesenian Betawi. Dulu pun karyawisata atau jalan-jalan sekolahnya berkisar antara museum yang ada di Taman Mini Indonesia Indah, Ancol, atau Lubang Buaya. Entahlah, apa sekolah saat ini menerapkan jalan-jalan ke pusat kebudayaan Betawi yang ada di Ciganjur atau tidak. Nampaknya sih tidak ya. Memang banyak sekali pertimbangan, terlebih si gurunya mengambil andil yang besar untuk jalan-jalan. DIhitung-hitung kan buat mereka refreshing juga. Tapi coba mulai dipikirin deh, betapa harus ditanamkannya budaya Betawi yang menarik sejak anak masih di Sekolah Dasar. Masa, sekolah di Jakarta bisanya hanya menari saman dan main angklung? Ironis sekali bukan?


Nah, kenapa saya ambil topik jakarta dan betawi untuk postingan kali ini. Pertama setelah euforia lebaran, saya pergi ke Senayan City. Mall ini memang rajin mengadakan pameran atau event yang menarik. Waktu itu diadakan pameran yang menampilkan hasil kerajinan orang-orang di Jakarta atau yang berkaitan dengan Jakarta. 

Spaceship dari recycle items
  Salah satunya adalah kerajinan dari kemasan bungkus alumunium yang gagal dari produk minuman energi. Komunitas pengrajinnya dinamakan Lumintu. Kalau untuk anyaman alumunium tadi yang mengerjakan adalah lansia-lansia yang ibaratnya udah tinggal pengajian, makan, tidur doang. Hebat lho mereka bisa mengerjakan anyaman dalam jumlah yang cukup banyak dalam seminggu. Selain itu juga ada kerajinan lain seperti mainan recycle dari berbagai alat tulis dan sampah, sarung tangan masak dengan karakter kartun orang ternama, tas dengan map jakarta, dan lain sebagainya.

Berbagai kerajinan anyaman
Sarung tangan cempal
Note book ala navigator menganai Kepulauan Seribu

Nah selain itu, ternyata juga ada event di Gandaria City yang mengangkat tema kebudayaan Indonesia. Tidak hanya Betawi tapi juga Jawa, Bali, dan Sunda. Walaupun dari kemarin yang terlihat memang didominasi Kebudayaan Betawi. Namanya Festival Seni Karawitan.

Venuenya nyaman, kursinya banyak. Nah, jadi konsepnya ada panggung di depan dengan berbagai macam jajanan tradisional di samping-sampingnya.Hanya sayangnya banyak kursi yang kosong dari kemarin saya cuma lihat dari kejauhan. Saya sih yakin Pemda sudah gembar gembor promosi acara ini kemana-mana. Bahkan tadi sampai diberi lunch Hoka Bento lho, padahal saya asal masuk dan duduk serta belum mengisi buku tamu. Mungkin untuk acara selanjutnya, bisa disiasati dengan dikirimnya delegasi dari sekolah-sekolah yang ada di Jakarta untuk memeriahkan acara ini sebagai penonton. Karena acaranya menarik dan interaktif. Untuk beberapa penampil, penonton diajak ke atas panggung untuk ikut serta mencoba alat musik kebudayaan yang sedang ditampilkan.


Pas saya masuk sih, instrumen yang sedang dimainkan seperti simbal perkusi. Pernah dulu nyoba bunyiin drum tapi sama sekali tidak berbakat. Jadi males untuk naik ke panggung dan dilihatin penonton (yang dikit) itu. Lima belas menit setelah saya dikasih hoka bento, saya langsung cabut ke luar acara melalui penjaja makanan yang ada di pinggiran. Nah, sewaktu di luar saya lihat dua pemain musik yang sedang menggesekkan alatnya bak biola.

These are the Men
Karena saya tertarik, asal SKSD aja kenalan terus minjem alatnya. Dan mereka ramah-ramah banget. Akhirnya saya mencoba satu alat musik yang terdiri dari kayu seperti gayung kayu. Alat musiknya memiliki perpaduan dengan alat musik cina, tetapi cara memainkannya seperti biola. Yang pasti saya cuma bisa gesek seperlunya aja. Alat satunya bernama rebab dan memiliki lapisan kulit ular di bagian bawahnya. Rasanya cukup senang, mengenal salah satu alat musik yang bukan perkusi dan mesti naik panggung itu. Thank you dua abang penerus kesnian atas alat musik dan waktunya.




No comments:

Post a Comment