Monday, July 25, 2016

Solo Travelling: Jogja (Part 1)

Pemandangan dari Kereta Progo
Hari Rabu lalu, Saya bepergian sendiri ke Jogja dengan menggunakan kereta ekonomi, Progo, dari Stasiun Senen pada pukul 22.30 WIB. Dengan membeli tiket online dan memroses boarding pass sendiri, saya melenggang menunggu kereta datang pada jam 22.00.

Saya baru tahu, kalau yang membedakan kereta ekonomi adalah tingkat kekerasan kursi dan kaku. Untuk orang berkaki panjang alias tinggi, saya sarankan membeli tiket kereta yang eksekutif atau pesawat saja sekalian. Alhasil, saya tidak menikmati perjalanan malam tersebut. Punggung pegal dan leher pun nggak karuan minta untuk rebahan.

Salah seorang penumpang yang duduk sebaris menawarkan saya untuk pindah ke samping jendela. Karena mungkin ngelihat saya rusuh, gak bisa tidur walau udah sewa bantal kaku seharga 10.000. Niat baik si mas itu gua sambut dengan bahagia. Tetapi, tetap saja saya gak bisa tidur tuh walau leher dan kepala sudah nemplok ke jendela :(

Pada pukul 06.00 pagi perjalanan sudah hampir mendekati Kota Jogja. Detik itu saya ikhlaskan kalau saya tidak bisa tidur nyenyak. Berharap otak dan hati sinkron agar perjalanan saya pagi itu tidak menjenuhkan.


Rencana awal saya di Hari Kamis pagi adalah bepergian ke Gua Jomblang yang berada di Gunung Kidul. Lokasi ini saya ketahui dari teman kampus yang kepingin pergi kesana. Setelah browse sana sini, ternyata wisata ke gua ini cukup mahal. Per orang dipungut biaya 450.000 rupiah. Alasan mahalnya yaitu karena prosedur keamanan yang mereka terapkan untuk memasukkan dan mengeluarkan pengunjung ke dalam gua. Selain itu tampaknya, tidak ada kompetitor untuk akses masuk ke dalam.

Saya sudah mengontak salah satu travel yang bisa mengurusi jalan jalan ini. Saya bilang kalau saya bersedia digabung dengan kelompok lain untuk mendapatkan harga yang sama. Ternyata paket yang mereka berikan sama, tetapi saya tidak naik mobil melainkan motor. Tadinya sempat pikir dua tiga kali. Tetapi saya jadi ingat suatu pesan seorang travelet: Kalau mau melakukan perjalanan cepat maka bepergian sendiri. Kalau ingin jauh maka ajaklah orang lain.

Hmm.. Dipikir pikir gak sendiri juga sih, karena akan ada yang menyetiri. Belum kesasar-sasar kalau cari lokasi via GPS. Kalau kesasar masih di kota Jogja saya gak masalah. Jadi saya mau terima jadi saja biar gampang dan ringkas.

Di saat kereta sudah sampai di Stasiun Kutoarjo, saya lelah untuk sibuk dengan kebisuan di kereta. Akhirnya saya mengajak ngobrol mas yang menawarkan tukar posisi tempat duduk tadi.

Sebelumnya, saya sudah mengetahui satu info dari mas ini yang membawa ransel ala hikers. Volumenya besar dan biasanya digunakan untuk camping atau mendaki. Jadilah saya menjadi interviewer dia mengenai apa yang harus dilakukan di Jogja.

Tidak lama, saya mendapatkan banyak sekali informasi darinya. Dimana tujuan saya berubah dengan cepat. Pertama, saya mengubah rute bepergian dari Goa Jomblang ke Goa Pindul. Karena menurut dia, di Goa Jomblang tidak terlalu banyak yang bisa dilihat. Terlebih, saya belum pernah masuk ke Goa Pindul. Kedua, banyak pilihan wisata kuliner yang diinfokan oleh si mas ini. Yang pasti pilihannya bukan yang biasa muncul di laman laman googling. Intinya local hidden favorite. Ketiga, tentunya referensi untuk jalan ke hari berikutnya bisa nanya-nanya via whatssap.

Sesampainya di Stasiun Lempuyangan, kami berpisah (romantis banget). Petualangan yang membuat bokong kebas ke Goa Jomblang pun akan dimulai.

2 comments:

  1. Kadang solo traveling itu memang berbuah nambah teman mas. Kalau mas merasa tersiksa ke Yogya dengan kelas ekonomi, saya juga pernah merasa tersiksa pas ke Yogya naik bus, ceritanya bisa disimak disini

    http://cipuceb.blogspot.co.id/2013/08/long-trip-for-long-weekend-small-note.html

    ReplyDelete