Tuesday, March 11, 2014

Tripping dengan Mantan Mahasiswa/i (3)

Semua peserta sudah kelaparan walau kue putu dan segelas teh manis sudah sempat mengganjal sore itu. Tidak terlalu jelas kemana arah mobil ini akan melaju. Semua saling mengandalkan satu sama lain. Kita makan di malioboro aja, ujar karaba. Semua sih langsung setuju, tapi bagaimana cara kita menuju Malioboro?

Akhirnya semua gadget dikeluarkan dan menjalankan aplikasi navigasi. Walau sudah ada teknologi tersebut tetap saja kita masih siwer dengan peta dan direction yang diminta oleh aplikasi. Sempat lah ada beberapa kali kecepetan belok atau kelewatan belok. Dan akhirnya mobil tersebut bisa juga melintasi tugu jogja yang berdiri sebelum jalan malioboro. Sutem bilang kita harus berfoto di tugu jogja sebagai bukti otentik. "Ah, itu nanti saja, yang penting makan dulu lah kita", kata ancol dengan logat bataknya.

Ancol langsung sigap mencari parkiran kosong dekat pertokoan yang dipenuhi oleh mobil mobil lain. Sebuah angkringan nasi kucing langsung kita pilih berdasarkan kasat mata orang yang kelaperan. Setelah memilih makananan dan membayar, kami duduk di sebuah terpal pinggiran jalan untuk menikmati hidangan malam yang sederhana itu.


Pilihan makanan dan nama terkadang tidak sesuai dengan rasa dan ekspektasi. Beberapa bungkusan justru membuat beberapa teman saya kecewa karena lauknya yang sedikit atau rasanya yang di bawah standar. Makanya kalau makan di nasi kucing lagi, lebih baik ambil gorengan tempe tahu yang rasanya sudah pasti dominan sama kata saya hehe. Rasa yang standar tidak mengurangi keasikan malam itu. Dua orang pengamen Malioboro menyanyikan lagu sesuai dengan request kami. Dan sambil menyantap, lagu Jogjakarta karya Kla Project pun didendangkan.

Suhu yang agak dingin sehabis hujan, udara yang agak lembab, dan kilauan lampu hilir mudiknya mobil menjadi momen yang sempurna akan kesederhanaan arti kesenangan. Tidak perlu kok, harus makan di tempat mewah yang duduk di kursi tinggi berbahan busa dan ber-AC untuk menemukan kedamaian dan kesenangan. Malam itu, kami merasakan apa yang disebut dengan kehangatan karena ikatan saliturahmi yang dijalin kembali dengan kondisi makan yang cuma di pinggir jalan.

Se"kenyang"nya makan di malam itu. Kami melintasi sepanjang jalan Malioboro yang penuh sesak dengan muda mudi. Turis lokal dan mancanegara. Delman, becak, dan penjaja pernak pernik Jogja. Kami langsung berpecah dalam beberapa kelompok untuk memuaskan hasrat belanja masing masing atau sekedar membeli titipan keluarga dari rumah.

Jam sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam. Hari itu rintikan hujan sudah mulai turun kembali. Lampu lampu toko sudah mulai dipadamkan. Lapak dan kios baju khas jogja sudah mulai dirapihkan oleh penjajanya. Orang orang pun mulai berlalu lalang meninggalkan jalan malioboro saat itu.

Kulihat satu per satu mata anggota trip hari itu. Semuanya sudah tampak sangat lelah dan sayu. Ya, kalau begini harus sudah diakhiri, nanti yang ada besok malah gak kebangun. Rasanya semua anggota juga sudah membawa tentengan hasil belanja malam itu. Perlahan lahan, kami naik ke mobil lagi dengan perasaan lebih jauh dibanding sewaktu datang tadi. Setelah semuanya mengatur posisi, mobil pun dinyalakan dan kami pulang ke hostel.

Rencana foto di depan tugu jogjapun terlupa dan sudah diiklaskan.

No comments:

Post a Comment