Tuesday, January 7, 2014

26 Desember 2012 itu bukan tsunami (4)

Satu pertanyaan yang mereka tekankan adalah, apakah saya bersedia memberikan keterangan di kantor polisi? Dan diintai selama persoalan kasus ini berlangsung? Dengan tegas saya menjawab, "iya !".

Setelah saya usai menyelesaikan kronologi itu (bahkan seingat saya tulis dengan gaya menulis karangan bebas) kemudian langsung saya keluar dari ruangan. Karyawan yang lain banyak yang duduk bergerombol dengan muka yang senep. Ya wajar saja karena mereka kurang tidur hari ini. Saya yang belum hafal semua nama mereka bahkan malah menjadi enggan untuk bertegur sapa. Sampai mana ya cerita ini akan berakhir, kata saya dalam hati.

Tidak lama, satu per satu karyawan yang memiliki alibi masuk ke dalam ruangan untuk memberikan klarifikasi. Yang menjadi sasaran adalah anak laki laki. Karena tidak mungkin katanya, kalau perempuan sampai berbuat sejauh ini. 


Tiba tiba waktu sudah menunjukkan jam empat sore. Saya pun langsung makan maknaan yang ada, tanpa keraguan sedikit pun. Pikir saya jangan sampai masalah yang sebenarnya tidak ada sangkut pautnya sama sekali malah membuat sakit. Mungkin sebagai orang yang baru di tempat kerja hal ini malah menjadi aneh. Kok bisa ya orang ini dengan santainya makan. Tapi entahlah, mungkin hanya ada di pikiran saya aja.

Entah bagaimana tidak lama setelah saya makan dan shalat, semua tim manajemen di panggil ke ruangan interogasi tadi. Termasuk karyawan karyawan yang memiliki alibi tadi. Kami dijejerkan di kursi membuat sebuah lingkaran seakan akan melakukan FGD. Saya sudah melihat sorot mata yang mulai kelelahan, bingung, sebal, dan marah dengan kejadian ini.

Pak Damian yang bermlut cabai memulai pembicaraan seakan akan masih menyudutkan bahwa pelakunya ada di antara kita semua. Berkali kali ia nyatakan seperti itu dan meminta pengakuan dari kami, tidak ada satupun yang berkata apa apa. Saya hanya merasa ini bagian dari sebuah sinetron kampung yang tidak ada moralnya sama sekali. Terlebih sewaktu ia menyatakan, bahwa lebih baik manajemen di tempat ini dibubarkan. Atau diteruskan dengan perasaan saling memusuhi satu sama lain. Itu lebih baik katanya. Inilah yang membuat hati Pak Damian semakin merdeka. Ah, manusia berhati iblis mana yang bisa memerankan peran seperti ini dalam kejadian nyata kata saya.

Tidak lama salah satu karyawan berteriak, "NGAKU GAK LO SEKARANG !" Semuanya terdiam. Dan Pak Damian malah langsung mencecar orang tersebut. Karyawan yang berteriak sebutlah namanya dengan Joko. Pak Joko sudah lama berada di kantor ini sejak dibuka pertama kali. Ibaratnya, dia sudah mengetahui seluk beluk semua kantor dengan sangat detail. Kalau dibandingkan saya yang masih baru, dia lebih dipercaya pastinya. Tetapi dengan pengalaman yang lebih banyak, alibi untuk dijadikan tersangka juga tidak kalah mestinya. Cecaran Pak Damian kepadanya hanya dijawab dengan permintaan maaf karena kelepasan emosi. Untunglah tidak sampai terjadi fitnah memfitnah di ruangan itu.

Pembicaraan dilanjutkan dengan penyelesaian penyetoran uang yang hilang. Jumlahnya 29 juta rupiah saat itu. Uang tersebut harus disetor kepada perusahaan mau tidak mau. Suka tidak suka. Nah, sekarang bagaimana caranya? Siapa yang akan membayar? Apakah orang yang bertugas membuka dan menutup brankas? Tim manajemen kantor? Atau semua karyawan yang bekerja disini? 

Hati dan pikiran saya mulai resah saat itu. Kalau saja saya harus membayat, berati sama saja saya dengan kerja rodi di perusahaan ini. Bekerja tanpa menghasilkan apapun. Cuma peluh, keluh, dan penat yang didapatkan. Manalah ada uang sebesar itu untuk karyawan fresh gradiate seperti saya. Terlebih kalau saya juga mulai memikirkan karyawan karyawan lain yang penghasilannya jauh di bawah saya. Kenapa juga dosa orang lain yang mesti kita tanggung, iya kan?

Sialnya, Pak Damian menunjuk saya untuk memberikan jawaban pertama kali. Entah angin darimana, saya hanya menjawab mampu membayar dua juta rupiah dikarenakan harus pergi check up. Dan tidak ada kata kata lain, Pak Damian langsung menunjuk orang orang yang ada di sebelah saya. Ada yang tidak rela untuk membayar kalau hanya tim manajeman maka dilemparkan ke semua. Ada yang rela untuk membayar semua malah asalkan bisa dicicil per bulan, ujar senior saya yang bertugas menutup brankas malam harinya. Waduh semakin menjadi sinteron saja ini.

Kesimpulan yang diambil saat itu adalah semua karyawan akan dikenakan sanksi, surat peringatan, dan ketidakbebasan dalam mengundurkan diri hingga kasus ini dinyatakan selesai oleh perusahaan. Semua tim dipanggil masuk ke ruangan untuk dijelaskan kesimpulan tadi. Tidak banyak dari mereka yang mau memberikan keterangan lebih lanjut atau menambahi tentang kasus ini. Mereka hanya diam bagai boneka dan meng-iya-kan saja ide bodoh tersebut. Lalu mengambil tas dan pulang ke rumah masing masing.

Satu per satu tas dan hp yang disita diambil dari ruangan ini. Kini, hanya tinggal kami berempat yang tersisa. Pak Damian dengan laganya yang sombong cuma menekankan bahwa dia sangat senang dengan menekan nekan emosi orang seperti tadi. Seakan akan nantinya ada yang mengaku. Padahal dalam kenyataannya hanya membuang buang waktu. Dia pun sudah kelelahan sebenarnya, dan bilang akan mengakhiri interogasi sebentar lagi. 

Tidak lama, orang gedung datang untuk memberikan rekaman CCTV yang didapatkan pagi tadi. Ternyata, sang pencuri masuk ke kantor melalui pintu belakang. Dimana CCTV tersebut merekam aksinya ketika masuk ke dalam kantor. Dalam video tersebut, terlihat sang pelaku mengenakan helem hiu dan jaket serta celana berwarna hitam. Dia memasuki pintu belakang dengan mudahnya. Padahal pintu belakang diawasi oleh tim security. Namun sang penjaga membukakan pintu untuknya karena dalam keadaan sangat mengantuk. Selanjutnya, pintu belakang berhasil dia bobol dengan mudah dan tanpa rusak sedikitpun. Sang pelaku ternyata memiliki semua kunci duplikat semua pintu kantor ini. Termasuk pintu untuk memasuki ruang brankas serta tahu akan kode brankas.

Senior, direktur, dan Pak Damian lebih mencermati kiranya siapa yang menjadi pelaku kalau dilihat dari postur tubuh dan cara jalan. Sayangnya resolusi CCTV yang mengambil gambar agak jauh tidak membuat tampilannya menjadi sangat jelas. Sehingga banyak sekali yang menjadi tersangka kala itu. SI A lah karena model celana dan cara jalannya menyerupai. Atau si B karena sepertinya tinggi badan dan desain helemnya menyerupai. Dan masih banyak omong kosong lain. Kalau saya sama sekali tidak memiliki praduga ke orang yang masih bekerja saat ini sejujurnya. Karena mereka semua terlihat ikhlas dikala melakukan pekerjaan.

Kini saatnya menerka nerka siapakah orang yang ada di balik helem. Yang pasti otang tersebut sangat hafal posisi dan letak kantor. Hingga dia mengetahui kode yang ada di brankas dan bagaimana cara memutarnya. Saat ini, hanya saya, senior, dan direktur yang mengetahui kode brankas tersebut. Cara membukanya pun sulit. Saya harus belajar dua jam khusus untuk membuka brankas tersebut ketika pertama kali masuk.

Pak Damian akhirnya menyerahkan sisa kalanjutan kasus ini kepada kami bertiga. Ia ingin kasus ini selesai secepatnya. Dengan sok, ia mengucapkan terimakasih dan melenggang pulang. Kini hanya tinggal kami bertiga yang tersisa harus menyelesaikan kasus di hari ini. Direktur kemudian menugaskan tugas yang tersisa hari itu. Beliau langsung membuat surat pernyataan kejadian kepada tim yang akan disangkutpautkan seperti finance dan accounting. Sedangkan saya dan senior menuju parkiran motor, berharap salah satu pegawai yang memiliki motor memakai helem sejenis yang ada di CCTV. Menurut senior, alibi terkuat adalah orang yang paling lama bekerja di kantor. Dia adalah Joko.

2 comments:

  1. Disisi baiknya dari Tsunami itu banyak yang dapat kita petik dari Tsunami saat itu. Mulai dibangunnya gedung tsunami. Eh, apa ya ? kok lupa tapi ada kok mas, isinya seperti museum Tsunami.

    ReplyDelete
    Replies
    1. hee.. kayanya beda deh tsunaminya sama yang di aceh

      Delete