Wednesday, January 1, 2014

Mengagumi Butet Manurung

Source: kompas

Sebulan saya menikmati buku catatan perjalanan Butet Manurung. Beliau adalah pendiri dari Sokola RImba dimana anak anak pedalaman di Bukit Dua Belas Jambi diberikan pendidikan baca tulis untuk bisa bertahan hidup melawan modernisasi. Awal saya mengetahui sosok Butet adalah iklan televisi dari media Kompas di tahun 2002.

Awalnya saya menonton dulu film Sokola RImba yang diproduksi oleh Miles. Karena saya memang suka dengan cerita humanisme maka saya bela belain nonton di hari pertama rilis. Pendapat saya terhadap filmnya settingnya adalah hutan indonesia tidak lagi rimbun seperti yang saya bayangkan di film Jurrasic Park. Jalan ceritanya cukup menarik tetapi kurang banyak konflik yang dikemas sehingga membuat ceritanya semakin unik. Namun, untuk pemeran asli orang rimba yang bisa bermain natural adalah nilai plus buat tim miles.


Merasa agak kurang puas dengan filmnya, makannya saya beli bukunya dan membacanya. Awalnya saya merasa lucu tentang format penulisannya yang memang terdiri dari kumpulan catatan catatan kecil. Hanya saja abru beberapa halaman di awal saya langsung jatuh hati. Terutama dengan suara hati dan pemikiran Butet yang tidak ada di film sama sekali. Kekonyolan dari kejadian kejadian sederhana yang tidak penting itulah yang menghibur. Seperti ketinggalan sepatu pada saat tiba di Jambi pertama kali atau di elus elus beruang di tenda.

Butet tidak memiliki kemampuan dasar mengajar yang setara dengan pendidik di sekolah sekolah. Kalau saya tengok ke sekolah yang ada sekarang, banyak kurikulum yang bisa dipakai. Ada montessory, ktsp, spmb, dan lain lain (mulai ngaco). Jadi bagaimana cara Butet mengajar adalah dengan membuat anak anak rimba tersebut menjadi penelitian dalam tanda kutip. Habis mau gimana, media yang dipakai terbatas, bahasa yang mereka kuasai adalah bahasa rimba, dan tidak ada keluarga mereka yang mengajari baca tulis karena memang gak ada yang bisa. Tetapi dengan kegigihan dan kesabaran, lama kelamaan muncul juga metode yang cocok untuk mengedukasi orang rimba.

Banyak sekali tantangan yang dihadapi. Selain medan yang berat, ternyata baca tulis juga menjadi sesuatu yang tabu di masyarakat rimba. Pulpen diibaratkan sebagai setan bermata runcing. Pelajaran baca tulis dinilai membuat sial. Dan hal itu benar. Dalam suatu waktu beberapa kelompok sampai harus mengembara karena anggota banyak yang meninggal dalam waktu dekat. Tidak hanya itu, ternyata perjalanan mengembangkan sekolah tidaklah mulus. Banyak yang belum mendukung Butet karena gamang sampai sejauh mana harus mendidik orang rimba.

Kekhawatiran orang orang adalah nantinya masyarakat rimba menjadi tidak asli lagi kalau diedukasi secara berlebihan. Hal seperti itu juga menjadi beban pikiran untuk Butet pastinya. Tetapi menurutnya, kebebasan orang rimba dalam menggunakan ilmu yang sudah diajarkan merupakan hak asasi manusianya. dan prinsip itulah yang ia pegang selama ini.

Menurut kita para pembela pendidikan ini sangat hebat bukan? Pasti banyak dibukakan jalan oleh Tuhan. Tetapi Butet pun banyak sekali didera kekecewaan dengan banyak pihak. Down. Hingga berpikir tidak akan bisa mengunjungi masyarakat rimba karena tidak lagi bergabung bersama Warsi. Tidak punya uang dan lain sebagainya. Hanya saja terkadang kita banyak banyak disuruh bersabar. Seperti terpublikasinya cerita Butet Manurung dengan luas seperti saat ini.

Terus, apa yang uda gua perbuat? Gua pun diam seribu bahasa

4 comments:

  1. Ndra, pinjem bukunya....hahaha *nggak modal*

    ReplyDelete
    Replies
    1. bolee.. tinggal janjian aja di GI hoho.. kejauhan ya tis

      Delete
  2. penasaran sama bukunya...

    ada edisi e-book nya gak ya? *retoris.net

    ReplyDelete
    Replies
    1. ada yang english versionnya Na.. Kalo ebook belm tau

      Delete