Wednesday, February 5, 2014

Tripping dengan Mantan Mahasiswa/i (2)

Setelah kenyang menyantap makanan khas Sumowono dan bebersih kami bergegas untuk meninggalkan rumah Makarame. Satu per satu kami berpamitan dengan Papah mamah nya Makarame. Saat itu adalah masa masa yang sangat mengharukan. Kenapa? Karena selain kita meninggalkan tempe yang enak banget, ini berarti kami harus kembali berdesak desakan di mobil. Dan itu sangat menyesakkan hati, pikiran, jiwa, dan raga #lebay.

Kendaraan yang membawa kita ke terminal bus terdekat adalah sebuah Isuzu yang normalnya bermuatan 8 orang maksimal. Sedangkan saat itu kondisinya kita ber-10. Jadi posisi yang dengan rapih di atur adalah dua di depan, lima di tengah, dan empat di belakang. Untuk porsi badan yang paling besar, kami tempatkan di sebelah driver. Sedangkan untuk pemilik badan badan slim fit nan fleksibel ya kami tempatkan di tengah dan akhir. Saya dan empat teman lelaki jelata kebagian di paling belakang lengkap dengan nasi box pesanan tetangga. Dengan segala bentuk posisi kaki dan badan, kami lihai sekali untuk tidak saling menggencet. Beruntunglah nasi box itu karena tidak penyet sewaktu sampai di tetangga. Beruntunglah kami semua, karena tidak sampai jatuh korban jiwa hingga tiba di terminal bus,

"Bepergian gerombol yang efektif adalah kelipatan empat. Tambah efektif lagi bila badan kamu kurus" -Renandra-

Rasanya bagai udara Gunung Himalaya yang kami hirup setelah tiba di terminal. Horray Horray... Sorak sorak bergembira dari semua penumpang. Tapi kami segera ingat akan kekhilafan euforia kami untuk membeli tiket menuju Jogjakarta. Bus yang kami naiki adalah bus eksekutif ber-AC dan memiliki kursi yang empuk. Sehingga waktu tempuh dua jam menuju Jogja kami manfaatkan dengan maksimum untuk tidur dengan sangat nyenyak. Apalagi awan kelabu, rintikan hujan, dan orokan teman menghiasi perjalanan ini. Singkatnya kami sudah tiba di Jogjakarta.

Pssst... Suara Bus berhenti di sebuah terminal yang kecil.

Oh ternyata tidak terasa saat ini kami sudah sampai di terminal Jombor. Dari situ, kami harus naik Trans Jogjakarta trayek 2B dan turun di terminal Kentungan. Saya kira yang namanya penduduk melimpah ruah dan minim transport cuma di Jakarta. Gak tahunya di Jogjakarta juga toh. Yang antre sudah satu shelter, menunggu nya tiga puluh menit lebih, dan dua kali di PHP-in bus yang cuma lewat aja. Ya amplop, sampai kapan mau kaya begini terus. Untungnya kami semua bisa masuk dalam satu bus yang sama.

Begitu turun di Terminal Kentungan, kami berasa seperti orang yang hilang. Tidak ada yang mengetahui pasti dimana hostel tempat kami menginap. Kami pun berasa seperti Ayu ting ting yang mencari cari alamat. Sobari, si pemesan hostel santai santai aja mencari cari alamat. Padahal di balik itu semua, ada seorang wanita yang geram karena dikiranya Sobari sudah tahu pasti lokasi hostel.

Kami pun menanya dari satu warung ke warung yang lain. Dari sebuah gang kami jalan berseok seok memanggul tas yang tidak lagi berisi buku kuliah. Hingga selama dua puluh menit ketemulah kami dengan penginapan yang dimaksud. Namanya adalah hostel citra #namadisamarkan. Hostel tersebut khusus buat backpacker, bertingkat dua, memiliki dekorasi anak muda, dan dijaga oleh dua ekor anjing berwarna hitam. Lega bukan main rasanya ketika sampai di tempat ini.

"Kalau pesan penginapan lebih baik locate dulu dari google map. Atau telepon orang sananya, agar bisa diarahkan dengan benar" -Renandra-

Penginapan ini menurut saya pribadi cukup banget dengan kocek backpacker. Dengan tarif 65 ribu, kita bisa tidur di sebuah ruangan dengan sistem bunk bed atau tempat tidur bertingkat. Kami dipinjamkan sebuah kunci loker, handuk mandi, dan selimut tidur. Di dalam ruangan tersebut juga disediakan kamar mandi yang dilengkapi dengan water heater dan sabun sampo gratis. Walaupun tidak termasuk dengan sarapan, tapi ada dapur juga yang bisa kita pakai untuk menyeduh minuman atau sekedar masak makanan yang sederhana.

Satu ruangan dipenuhi empat orang, jadi salah seorang teman, Bakara, harus merelakan berpisah dari kami. Sedangkan buat yang perempuan bisa tidur dalam satu ruangan karena pas ber empat. Kami sepakat akan berangkat setelah maghrib setelah bebersih dan shalat. Di saat inilah hujan mulai turun dengan sangat deras. Kami pun bersyukur sudah tiba di hostel sebelum hujan turun. Kalau tidak pastinya akan terjadi drama rumah tangga saat ini.

Di antara kami ber-9, ada beberapa orang yang baru pertama kali jalan jalan di Jogjakarta. Sutem yang berasal dari Jambi, bela belain untuk ikut trip ini demi melunaskan nazar nya. Nazar Sutem adalah ke pulau jawa apabila ada uang dan ada waktu (amin). Karena uang dan waktu Sutem banyak, pastilah nazar ini mesti dilakukan. Selain itu ada juga Sam dan Ancol. Si Sam ini asli Jawa tapi belum pernah mampir ke Jogjakarta, cita citanya makan nasi kucing di Malioboro. Sedangkan Ancol memiliki cita cita menginjakan kaki ke candi prambanan. Sedangkan beberapa yang lainnya, hanya pernah satu hingga tiga kali kesini dengan jarak waktu terakhir yang sangat lama. Seharusnya Sobari adalah anak yang paling hafal jalan dan memberi petunjuk mau kemana kemana. Tapi pengalaman jadi tour leader pertama tampaknya membuat dia masih grogi dan takut salah.

Sewaktu semua mulai bergantian shalat Ashar, mulai hati gundah gulana karena perut yang mulai keroncongan. Sedangkan perbekalan yang ada di tas seadanya banget, hanya ada biskuit dan roti. Sebenarnya uang ada buat beli makan berat. Yang jadi masalah adalah, cuaca hujan yang menderu deru. Dimana tidak semuanya membawa payung. Apalagi akses jalan keluar menuju deretan rumah makan memakan waktu sepuluh menit, Kayaknya gak asik banget kalo mesti kuyup-kuyupan.

Kita pun membanding bandingkan cara pergi dari hostel ini demi sesuap nasi. Seorang temen seperkuliahan yang dinas di Jogja sudah menawari untuk minjemin mobil. Hanya sayangnya, dia sibuk banget, dan untuk akses ke tempatnya dia butuh waktu lama lagi. Mungkin beda cerita kalau hari ini nggak hujan. Akhirnya kita kepikiran untuk sewa mobil dadakan. Karena selain mobilnya dianter, kita gak perlu ribet begitu nanti harus memulangkan. Sobari pun mulai mengontak seseorang yang memiliki jasa sewa mobil.

S         :  Nih Ndra, lo telepon ya.
A         :  Halo, Mbak, Kita mau pinjem mobil nih.
Mbak  : Buat kapan mas.
A        : Se.. (belum selesai bicara)
Mbak  : Kalau sekarang huabis Mas.
A         : O....ke.. (pembicaraan ditutup).
tut tut tut

Muka gua langsung menghadap ke semua teman di kamar. Dengan pandangan hilang harapan, gua geleng geleng kepala. Menandakan bahwa kita tidak bisa menyewa mobil. Nggak lama setelah itu, Bakara masuk ke kamar kami dan memberi kabar gembira. Guys, orang yang sekamar sama gua itu pinjem mobil dari rentalan. Mau gitu aja gak kita?

Rasanya secercah cahaya bulan dari gemuruhnya awan langsung memasuki kamar kami.


Saya pun mencoba mengontak rental dari orang yang baru dikenal. Singkat cerita dengan agak sedikit takutnya di PHP-in, pihak rental deal akan mengantar mobil setelah maghrib. Kami semua udah harap harap cemas nunggu di pendopo. Untungnya para perempuan bisa ditenangkan dengan siaran FTV dan kue putu yang baru lewat. Jadi kekuatiran mereka akan belum datengnya mobil bisa sedikit diredam.

Sebuah mobil Innova berwarna putih masuk ke pekarangan hostel. Kami pun layaknya polisi langsung mengintrogasi mas masnya. Eh maksudnya si mobil, apa ada baret, lecet, atau gesek sehingga kita tahu persis kondisi awal saat meminjam. Begitu semua check list udah clear, kita langsung dikasih pinjem kunci tanpa ada DP atau penarikan ID card. Mas yang minjemin mobil cabut begitu aja dengan temannya yang bawa motor. Eh memang semudah itu ya rental mobil, pikir kami.

Masalah selanjutnya datang, yaitu siapa yang akan menyetir kali ini. Berikut adalah track record para mantan mahasiswa-mahasiswi:
1. Saya pernah terlibat pelecetan mobil sewaktu keluar dari rumah dengan mobil. Failed.
2. Sam dan Sobari jagonya bawa motor. Failed.
3. Sutem jagonya bawa motor dan pesawat. Failed
4. Bakara jago muter musik party dan truk batu bara. Failed
5. Sisanya, saat ini belajar mobil, mengendarai mobil. atau bekerja menggunakan mobil company. Accepted.

Oke, keputusan sudah bulat. Ancol ditunjuk sebagai driver kawakan. Beliau mengendari mobil hingga blusukan ke daerah daerah bencana untuk program CSR company nya. Tidak dapat dihindari lagi, kami seharusnya aman berkendara dengan Ancol. Hidup Ancol.. Hidup..

Cerita bersambung ke part 3

2 comments:

  1. Ralat ndra... penginapan 75rb..
    Hehehe....
    Seru... pengen tripping lagi.... :D

    ReplyDelete
  2. Ralat ndra... penginapan 75rb..
    Hehehe....
    Seru... pengen tripping lagi.... :D

    ReplyDelete